Kamis, 01 November 2012

Contoh Jurnal hasil worshop MGMP



MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENULIS PUISI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN OBJEK LANGSUNG
(Penelitian Tindakan di Kelas VII SMPN 5 Cilawu Garut)

Oleh
MGMP Bahasa Sunda SMP Kabupaten Garut
(mgmpsmpgarut.blogspot.com)

MGMP Bahasa Sunda SMP Kabupaten Garut. 2012. Meningkatkan Kemampuan siswa dalam menulis puisi melalui model pembelajaran objek langsung. Penelitian Tindakan di Kelas VIII B SMPN 5 Cilawu Garut

1. PENDAHULUAN
Tujuan pembelajaran sastra adalah agar siswa mendapat pengalaman dan pengetahuan tentang sastra. Pada jenjang pendidikan dasar, pengalaman bersastra harus lebih diutamakan daripada pengetahuan tentang sastra. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusyana (1982:6) yang mengatakan bahwa tujuan untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang sastra sama pentingnya, tetapi untuk tingkat sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama, tujuan memperoleh pengalaman itu harus diutamakan.
Selanjutnya Rusyana (1982:6) mengatakan, jika anak telah berhasil memperoleh pengalaman, kemudian ia akan terdorong untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pengalamannya itu. Berdasarkan pengalamannya itu, siswa akan menyimpulkan sendiri berbagai pengetahuan tentang sastra.
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Iskandarwassid (2004:4) pengetahuan tentang sastra bukan tidak penting, tetapi difungsikan secara aplikatif menjadi pengetahuan siap. Bahkan dalam pelaksanaannya pengetahuan tentang sastra itu bisa disimpulkan atau ditemukan sendiri berdasrkan hasil pengalaman membaca karya sastra (induktif).
Pengetahuan siswa tentang sastra harus diperoleh dari pengalaman mengapresiasi sastra. Jadi, pengalaman bersastra menjadi dasar untuk memperoleh pengatahuan sastra. Pembelajaran sastra harus dimulai dari kegiatan yang mengarah kepada pengalaman bersastra. Dari pengalaman inilah siswa akan memperoleh pengetahuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman, biasanya relatif akan terus diingat daripada pengetahuan yang langsung diberikan oleh guru. Oleh karena itu, wajar apabila dikatakan bahwa pengalaman adalah guru yang lebih baik. Begitu pula dalam pembelajaran sastra. Pengalaman mengapresiasilah yang harus didahulukan. Dalam kitannya dengan pengalaman ini, peran guru lebih banyak sebagai fasilitator daripada sebagai sumber informasi. Selian itu, agar siswa benar-benar mempeoleh pengalaman bersastra, guru harus terampil mengarahkannya melalui pertanyaan-pertanyaan stimulus berkaitan dengan hasil karya sastra yang sedang diapresiasi.
Menurut Rusyana (1982:7-8) kegiatan untuk memperoleh pengalaman bersastra di antaranya apresiasi dan berekpresi sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra meliputi mendengarkan hasil sastra, menonton hasil sastra, dan membaca hasil sastra. Genre sastra yang bisa diperdengarkan adalah puisi, cerita pendek, dongeng, drama, dan kutipan novel. Genre sastra yang bisa ditonton adalah pementasan drama. Sementara itu jenis sastra yang bisa dibaca adalah puisi, cerita pendek, drama, dan novel.
Kegiatan untuk memperoleh kemampuan berekpresi sastra meliputi melisankan hasil sastra dan menulis karya sastra. Kegiatan melisankan karya sastra di antaranya bercerita, berdeklamasi, dan membaca nyaring.
Kegiatan menulis karya sastra yang bisa dilakukan siswa adalah menulis puisi, menus cerita pendek, menulis dongeng, menulis dialog, dan menulis drama pendek.
Kaitannya dengan menulis puisi, perlu dicarikan model pembelajarannya yang efektif. Hal ini mengingat menulis puisi dianggap kegiatan yang sulit, karena diperlukan berbagai keterampilan khusus. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki yaitu keterampilan pemilihan kata (diksi). Di samping keterampilan lain seperti nada, perasaan, dan bunyi (Sayuti, 1985:24).
            Banyak model pembelajaran menulis puisi yang telah dikembangkan oleh para ahli. Taufik Ismail dengan MMAS-nya. (membaca, menulis, dan apresiasi sastra). Melalui MMAS-nya Taufik Ismail sudah mengembangkan 14 model menulis puisi. Keempat belas model itu adalah keinginan, bunyi, alam, mimpi, pantasi tak masuk akal, metapor, menjelma hewan, menjelma benda, akrostik, asonansi, aliterasi, rima, puisi gambar atau piktogram, permainan kata, dan latar pendengaran musik.
            Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba mengembangkan model pembelajaran menulis puisi berdasarkan objek langsung. Model ini sejalan dengan model alam yang dikembangkan Taufik Ismail. Perbedaannya terletak pada teknis pelaksanaannya. Pada model objek langsung, siswa dibawa ke luar kelas untuk melihat alam atau benda apa saja, kemudian berdasarkan pengamatan dan imajinasinya kemudian ditulis dalam bentuk puisi. Sementara itu model alam, pelaksanaannya bisa di luar atau di dalam kelas.
            Permasalahan itu penulis tuangkan dalam bentuk penelitian tindakan kelas  yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Mengarang Puisi Melalui Model Pembelajaran Berdasarkan Objek Langsung (Penelitian Tindakan di Kelas VIII B SMPN 5 Cialwu, Garut Tahun Pelajaran 2010-2011)
Mengingat luasnya masalah yang akan diteliti, maka penulis memandang perlu untuk membatasi masalah. Masalah dalam penelitian ini hanya membahas hal-hal sebagai berikut.
1.      Kemampuan siswa kelas VIII B SMPN 5 Cilawu Garut tahun pelajaran 2010-2011 dalam membuat puisi berdasarkan objek langsung. Jenis puisinya adalah puisi yang berhubungan dengan keindahan alam berdasarkan hasil pengamatan siswa di luar kelas.
2.      Penerapan model objek langsung dalam pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas VIII B SMPN 5 Cilawu,  Garut tahun pelajaran 2010-2011.
 Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1.    Apakah penerapan model pembelajaran objek langsung dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, dalam menyusun puisi di SMP Negeri 5 Cilawu Garut?
2.    Apakah penerapan model pembelajaran objek langsung dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyusun puisi di kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu, Garut ?
3.    Bagaimanakah sikap siswa kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu terhadap model pembelajaran objek langsung yang diterapkan?

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1.      Ingin mengetahui peningkatan aktivitas siswa kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu, Garut dalam belajar menyusun puisi yang menggunakan model pembelajaran objek langsung.
2.      Ingin mengetahui peningkatan kemampuan (hasil) siswa kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu, Garut  dalam menyusun puisi setelah digunakannya model pembelajaran objek langsung.
3.      Ingin mengetahui sikap siswa kelas VIII G SMP Negeri 5 Cilawu, Garut terhadap model pembelajaran objek langsung yang diterapkan guru dalam belajar menyusun puisi.
Manfaat hasil penelitian ini bagi penulis adalah sebagai bahan informasi dan gambaran tentang kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII B SMPN 5 Cilawu, Garut tahun palajaran 2010-2011. Dari informasi ini bisa dijadikan bahan dalam hal merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil pembelajaran yang selama ini peneliti lakukan.
Hasil penelitian ini dapat juga dimanfaatkan oleh guru sebagai bahan perbandingan dalam pembelajaran menulis puisi. Selain itu hasil penelitian ini dapat juga dijadikan landasan teoretis dalam pembelajaran sastra pada umumnya. Oleh karena itu, pengetahuan guru tentang model pembelajaran sastra akan bertambah. 
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam menulis puisi. Dengan demikian, siswa akan berminat dalam menulis puisi. Selain itu, hasil penelitian ini akan berpengaruh kepada kehidupan sastra di sekolah, terutama dalam mengekpresikan gagasannya melalui tulisan. Siswa juga akan terpancing untuk mencoba menulis karya sastra jenis yang lain.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil  pembelajaran menulis puisi sebelum dan sesudah menggunakan teknik objek langsung pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Cilawu Garut tahun pelajaran 2010-2011.

2. LANDASAN TEORETIS
            Di dalam ilmu pendidikan dikenal istilah pengajaran dan pembelajaran. Istilah pengajaran sudah lama kita gunakan sebagai istilah yang merujuk kepada pengertian bahwa guru sebagai pemberi materi pelajaran. Sementara itu siswa dianggap sebagai objek yang menerima pelajaran. Proses pengolahan pesan dalam pengajaran hanya terjadi satu arah, yaitu dari guru kepada siswa. Dalam hal ini gurulah yang aktif bukan siswa. Siswa menerima begitu saja berbagai informasi yang diberikan oleh guru.
            Sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan, istilah pengajaran sudah jarang digunakan lagi. Yang banyak digunakan yaitu istilah pembelajaran. Pembelajaran lebih mengarah kepada bagaimana memberdayakan siswa agar belajar. Guru harus berupaya mempasilitasi agar siswa belajar. Di dalam istilah pembelajaran posisi guru tidak hanya sebagai pemberi materi pelajaran, tetapi peran guru lebih banyak membimbing, memotivasi, dan memfasilitasi agar siswa mau belajar. Guru bukan satu-satunya sebagai sumber informasi, tetapi semua yang terlibat dalam pembelajaran bias dijadikan sebagai sumber informasi. Dalam kondisi seperti itu, siswa berperan sebagai subjek belajar. Komunikasinya juga tidak hanya satu arah, tetapi multi arah. Guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan guru dengan guru. Oleh karena itu, dalam istilah pemebalajaran akan tejadi saling membelajarkan. Bahkan menurut konsep pembelajaran, antar siswa akan terjadi saling membelajarkan (pembelajaran teman sebaya).
            Konsep pembelajaran lebih mengarah kepada suatu proses yang dilakukan siswa bersama-sama guru dalam memahami materi pelajaran. Inti dalam pembelajaran adalah siswa belajar. Jadi, yang lebih banyak aktif adalah siswa bukan guru. Guru harus mampu membuat atau menciptakan kondisi agar siswa mau belajar.
Uraian di atas sejalan dengan pendapat Wahyudi (2004:4) sebagai berikut.
Istilah pengajaran yang mempunyai makna proses, cara, perbuatan mengajar atau mengajarkan; perihal mengajar, segala sesuatu mengenai mengajar belakangan ini sudah tidak populer lagi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Yang kini lebih populer dan biasa diucapkan adalah istilah pembelajaran sejalan dengan semangat perubahan yang terjadi. Pengajaran banyak dianggap sebagai kurang tepat karena di dalamnya terkesan mengandung pengertian bahwa hanya pihak guru yang berperan aktif, sementara siswa atau peserta didik menerima saja apa-apa yang dicekokkan oleh sang guru. Sedangkan pembelajaran lebih dipilih dan dipergunakan secara formal karena di dalam kata ini aktivitas yang terjadi adalah seimbang antara pihak guru dan anak didiknya; mereka sama-sama aktif dan diharapkan juga sama-sama kreatif

Adanya perubahan dari konsep pengajaran menjadi pembelajaran tersebut, tidak lepas dari tuntutan kurikulum sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin kompleks. Melalui konsep pembelajaran diharapkan siswa lebih kreatif, percaya diri, dan bertanggung jawab. Selain itu, guru pun harus memposisikan diri sebagai: pembimbing, fasilitator, dan pengarah, sehingga proses belajar terjadi.
            Menurut Jamaluddin (2003:13-16) ada delapan ciri pembelajaran:
1.      adanya tujuan yang dicapai;
2.      adanya prosedur yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan;

3.      adanya materi pelajaran tertentu yang menjadi bahan garapan dalam proses pembelajaran;
4.      adanya aktivitas para pembelajar sebagai subjek didik;
5.      adanya aktivitas guru selaku perencana dan pengelola kegiatan pembelajaran;
6.      adanya kedisiplinan dalam kegiatan pembelajaran;
7.      adanya batas waktu kegiatan pembelajaran;
8.      adanya pelaksanaan evaluasi sebagai sarana untuk mengukur keberhasilan tujuan dan proses pembelajaran yang sedang atau telah dilaksanakan.

            Seiring dengan diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), pembelajaran kontekstual dewasa ini sedang dikembangkan di sekolah-sekolah di Indonesia. Salah satu model yang bisa diandalkan untuk pembelajaran kontekstual yaitu model objek langsung.  Oleh karena itu, fokus dalam penelitian ini adalah model objek langsung, yang dalam proses pelaksanaannya erat kaitannya dengan pembelajaran contextual teaching and learning (CTL).
            Model-model pembelajaran itu banyak jumlahnya. Model pembelajaran yang banyak itu menurut Dahlan (1984:24) dapat dikelompokkan ke dalam empat rumpun model, yaitu model pemrosesan informasi, model pribadi, model interaksi sosial, dan model perilaku. Tiap rumpun model ini memiliki orientasi dan cara belajar siswa yang berbeda-beda.
            Rumpun model pemrosesan informasi terdiri atas model mengajar yang menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta penggunaan symbol-simbol verbal dan non verbal.
            Di antara model yang termasuk rumpun ini dijumpai pula model yang menitikberatkan perhatiannya kepada proses siswa memecahkan masalah, ada pula model yang mengutamakan kecakapan intelektual umum. Kadang kala dijumpai pula model yang menonjolkan interaksi sosial dan hubungan antar pribadi serta perkembangan kepribadian murid yang terintegrasi dan fungsional.
            Rumpun model mengajar pribadi terdiri atas model mengajar yang berorientasi kepada perkembangan diri individu. Menurut Dahlan (1984:24) penekanan rumpun model pribadi lebih diutamakan pada proses yang membantu individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik. Model ini lebih memperhatikan kehidupan emosional siswa. Dengan demikian usaha pengajaran lebih bersifat menolong siswa dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Siswa, dengan model mengajar ini diharapkan dapat melihat diri mereka sebagai pribadi yang berada dalam suatu kelompok dan cukup mempunyai kecakapan. Dengan demikian mereka dapat menghasilkan hubungan inter personal yang cukup kaya.
            Rumpun model mengajar interaksi sosial ini mengutamakan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain dan memusatkan perhatiannya kepada proses nyatada dipandang suatu negoisasi sosial.
            Penekanan model mengajar ini pada usaha agar siswa terampil mengadakan hubungan sosial dengan orang lain. Siswa diharapakan bisa hidup lebih demokratis dan dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat sehingga bisa bekerja lebih produktif.
            Rumpun model perilaku ini dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu kerangka teori perilaku. Salah satu cirri dari rumpun model mengajar ini adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas belajar kepada sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan. Menurut model in belajar tidak dipandang sebagai sesuatu yang menyeluruh, akan tetapi diuraikan dalam langkah-langkah yang kongkrit dan dapat diamati. Mengajar tidak lebih dari mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa dan perubahan ini harus yang dapat diamati.
            Berdasarkan uraian di atas, model objek langsung dalam pembelajaran membuat puisi termasuk ke dalam rumpun model pemrosesan informasi.
Sebelum penulis membahas tentang model obejek langsung, di bawah ini akan dikemukan pengertian model mengajar.
Model adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam situasi pangajaran maupun situasi lainnya.
Pengertian di atas sejalan dengan pendapat Dahlan (1990:21) yang menyatakan bahwa model mengajar dapat diartikan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran dan memberi pentunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran dan setting lainnya.
Berdasarkan pengertian di atas, sebuah model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang dapat digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, mengatur materi pengajaran, juga dalam menyusun kurikulum.
Objek langsung adalah suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya siswa langsung dibawa ke tempat yang telah ditentukan. Di tempat itu siswa langsung melihat, merasakan, mendengarkan, dan penginderaan yang lainnya sesuatu yang ada di tempat itu untuk dijadikan bahan menulis puisi.
Jadi, objek langsung dapat diartikan pembelajaran yang langsung dilakukan di tempat yang dijadikan objek. Misalnya objek itu berkenaan dengan lingkungan hidup, keindahan alam, keramaian di kota besar, sibuknya pegawai POS melayani pengunjung, dan sebagainya. Apabila siswa ingin mengetahui tentang hal itu, maka siswa yang bersangkutan harus dibawa ke objeknya secara langsung.
Berdasarkan pengertian model dan objek langsung yang telah dikemukakan di atas, model objek langsung dapat diartikan sebagai berikut.
            Model objek langsung adalah suatu pola pembelajaran yang dalam pelaksanaannya tidak dilakukan di ruangan kelas, tetapi siswa diajak untuk keluar kelas melihat objek yang sesuai dengan materi pelajaran yang sudah ditentukan. Melalui model ini, imajinasi siswa akan lebih terangsang dan pembelajaran akan berjalan dalam situasi yang menyenangkan.
Tujuan pembelajaran menulis puisi berdasarkan objek langsung adalah agar siswa mampu mengidentifikasi berbagai hal yang ada pada objek itu sebagai bahan dalam menulis puisi. Dengan demikian objek langsung sebagai alat bantu dalam menulis puisi yang baik.
Langkah-langkah pembelajarannya tetap mengacu kepada langkah-langkah pembelajaran secara umum, yaitu kegiatan pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah pembelajaran menulis puisi yang menggunakan model objek langsung menurut Suyatno (2004:83) sebagai berikut.
a.       Guru menyampaikan pengantar.
b.      Guru menjelaskan teknis pembelajaran menulis puisi berdasarkan objek langsung.
c.       Siswa dibawa ke luar kelas untuk melihat objek langsung berkenaan dengan keindahan alam.
d.      Siswa mengindentifikasi berbagai hal yang ada pada objek tersebut.
e.       Siswa merenungkan sesuatu yang telah diidentifikasi.
f.       Siswa menulis puisi berdasarkan objek yang telah melalui perenungan dan pengimajinasian.
g.       Siswa membacakan puisi yang telah ditulisnya.
h.      Siswa yang lain mengomentarinya.
i.        Memperbaiki, melengkapi, dan menilai puisi yang dibacakan oleh siswa.
j.        Guru merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan
Berdasarkan pengertian model objek langsung dan pelaksanaannya dalam pembelajaran, keunggulan model objek langsung sebagai berkut.
a.       Melatih ketajaman para siswa dalam penginderaan objek yang akan dijadikan bahan menulis puisi.
b.      Situasi belajar tidak membuat siswa merasa jenuh.
c.       Dapat membantu siswa dalam menulis puisi.
d.      Siswa akan merasa bebas dalam mengekpresikan gagasannya melalui puisi.
e.       Akan meningkatkan gairah belajar bagi siswa dan gairah mengajar bagi guru.
f.       Dapat menjalin hubungan yang lebih akrab, baik siswa dengan guru itu sendiri, maupun siswa dengan siswa.
Selain keunggulan, yang telah dikemukakan di atas, model objek langsung memiliki kelemahan sebagai berikut.
a.       Memerlukan waktu yang banyak.
b.      Diperlukan pengawasan yang ekstra dari guru..
c.       Pembelajaran bisa saja tidak terpokus kepada tujuan menulis puisi, tetapi siswa malah asik melihat pemandangan atau keadaan alam lainnya.
d.      Memerlukan bimbingan yang banyak dari guru, karena pembelajaran di luar kelas biasanya relatif bebas daripada di dalam kelas.
            Istilah sastra sering ditemukan dalam konteks pernyataan yang berbeda-beda. Hal ini karena sastra tidak hanya merujuk kepada satu fenomena yang ada di masyarakat. Sastra memiliki arti yang luas meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita bisa berbicara sastra secara umum, tanpa memperhatikan budaya, suku, maupun bangsa. Sastra dipandang sesuatu yang dihasilkan dan dinikmati. Kita juga bisa berbicara sastra berdasarkan ciri-ciri khusus bangsa atau kelompok masyarakat. Misalnya sastra Indonesia, sastra Sunda, sastra Jawa, dan sebagainya.
            Menurut Rahmanto (1988:10) kita juga bisa berbicara sastra sebagai suatu wacana atau literatur bidang-bidang tertentu. Misalnya literatur pembuatan kapal, literatur perkembangan anak, literatur ilmu bahasa, dan lain-lain.
            Melihat begitu luasnya penggunaan istilah sastra, maka sastra yang hubungannya dengan karya seni perlu dibatasi lebih jelas. Sastra merupakan hasil budaya tidak lepas dari kreasi penciptanya yang cenderung dinamis, selalu memberi kemungkinan untuk berubah.  
Berikut ini pendapat para ahli tentang batasan sastra. Menurut Rusyana (1982:4) sastra adalah karangan rekaan (fiksi), hasil cipta seseorang sebagai ungkapan penghayatannya ke dalam wujud bahasa. Sementara itu Wellek (1990:3) mengemukakan bahwa sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Pengertian sastra bersifat relatif. Hal ini tergantung pada fenomena yang dirujuknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Teeuw (1982:9) sebagai berikut.
Yang disebut sastra dalam suatu masyarakat belum tentu diakui sastra oleh masyarakat lain. Jadi, jawaban pertanyaan apakah sastra? Pertama-tama tergantung dari konvensi sosio budaya yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Itulah factor utama mengapa memberikan definisi sastra yang universal tidak mungkin, barangkali tidak pernah akan mungkin. Objek peneelitian yang kita sebut sastra adalah objek yang dinamikanya ditentukan oleh syarat-syarat dan norma-norma kemasyarakatan yeng berbeda-beda.

            Selanjutnya Teeuw (1982:9) menyatakan bahwa dalam pendekatan modern sastra dan karya sastra pertama-tama ingin dipertahankan dalam hakikatnya yang paling mendasar, yaitu sebagai sebagai tindak komunikasi tempat segala faktor yang ikut memainkan peranan dalam komunikasi harus diperhitungkan dan diberikan tempat yang selayaknya.
            Sebagai suatu tindak komunikasi, karya sastra adalah suatu bentuk komunikasi yang khas pesapa dapat hadir, dapat juga tidak hadir, dapat seorang atau lebih. Terutama, bila karya sastra itu tertulis (Hidayati, 2000:2).
            Berdasarkan uraian di atas, Sudjiman (1993:7) mengemukakan bahwa sastra adalah wacana khas yang di dalam ekspresinya menggunakan bahasa dengan memanfaatkan segala kemungkinan yang tersedia.
            Sementara itu Aminuddin (1990:112) menjelaskan bahwa karya sastra adalah gejala komunikasi khas berupa teks susastra yang mengandung unsure semantis dan unsur artistic tertentu. Sebagai gejala komunikasi khas, karya sastra bertalian dengan penutur, teks susastra, unsur semantic, unsure artistik, dan penanggap.
            Lebih jelasnya Teeuw (1991:3-4) mengemukakan tiga ciri khas sastra sebagai berikut.
1. Teks sastra merupakan keseluruhan yang berhingga, yang tertutup, yang
    batasnya (awal dan akhirnya) diberikan dengan kebulatan makna.
    Malahan teks itu sendiri merupakan pandangan dunia yang koheren,  
    bulat.
2. Dalam teks sastra ungkapan itu sendiri penting, diberi makna,
 disemantiskan segala aspeknya; barang buangan dalam pemakaian 
 bahasa sehari-hari, “sampah bahasa” (bunyi, irama, urutan kata dan
 lain-lain) yang dalam percakapan begitu dipakai begitu terbuang (asal
 komunikasi telah berhasil), dalam karya sastra tetap berfungsi,
 bermakna, malahan semuanya dimaknakan dan dipertahankan 
 maknanya.
3. Dalam menampilkan ungkapan itu karya sastra pada satu pihak terikat
    pada konvensi, tetapi di pihak lain ada kelonggaran dan kebebasan
    untuk mempermainkan konvensi itu, untuk memanfaatkannya secara
    individual, malahan untuk menentangnya walaupun dalam penentangan
    itupun pengarang masih terikat.
Istilah apresiasi erat kaitannya dengan pemahaman para pembaca terhadap hasil karya sastra. Menurut Purwo (1991:58) kata apresiasi mengandung arti tanggapan sensitif terhadap sesuatu ataupun pemahaman sensitif terhadap sesuatu. Dengan demikian maka apresiasi sastra berarti tanggapan ataupun pemahaman sensitif terhadap karya sastra.
Sensitif mengandung arti kepekaan. Kepekaan tersebut menyangkut tanggapan afektif seseorang terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra.
Kalau kita melihat asal-usulnya, istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti mengindahkan atau menghargai. Dalam konteks yang luas menurut Gove dalam Aminuddin (1995:34) istilah apresiasi mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Menurut Rusyana (1984:322) apresiasi merupakan jawaban seseorang yang sudah matang dan sudah berkembang kearah nilai yang lebih tinggi, sehingga ia siap untuk melihat dan mengenal nilai dengan tepat dan menjawab dengan hangat dan simpati.
Selanjutnya Effendi (1990:33) mengemukakan bahwa apresiasi sastra adalah proses komunikasi kreatif dua arah, antara seseorang dengan sastrawan melalui karya sastra. Dalam proses itu seseorang berusaha memahami, menafsirkan, dan menanggapi apa yang tersurat dan tersirat dalam karya sastra serta mencitrakannya demikian rupa sehingga memperoleh kenikmatan yang bermanfaat bagi kehidupan.
Sebagai suatu proses menurut Squire dan Taba dalam Aminuddin (1995:34) apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu aspek kognitif, aspek emotif, aspek evaluatif.
Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif.
Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Unsur emosi sangat berperan dalam mehami unsur-unsur yang bersifat subjektif.
Aspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik-buruk, indah tidak indah, sesuai tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh pembaca.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa apresiasi adalah proses komunikasi dengan sastrawan melalui karyanya, yang di dalam komunikasi itu terjadi: penilaian, pertimbangan, pengenalan, pemahaman, dan penghargaan secara kritis yang sudah matang dan sudah berkembang ke arah nilai yang lebih tinggi, sehingga ia siap untuk melihat dan mengenal nilai dengan tepat, dan menjawabnya dengan hangat dan penuh simpati.
Menurut Tarigan (1986:9) puisi mengandung suatu makna keseluruhan. Makna puisi dapat dipahami dari struktur batin atau hakikat puisi. Lebih lanjut Tarigan mengemukakan bahwa struktur batin atau hakikat puisi ini sebagai catur tunggal, karena satu dengan yang lainnya sangat erat hubungannya dan saling menentukan keharmonisan keberhasilan makna puisi itu.
Berdasarkan uraian di atas, hakikat puisi adalah untuk menggantikan struktur batin atau isi puisi dan metode puisi untuk menggantikan struktur fisik puisi.
Hakikat puisi adalah unsur yang terkandung di dalam puisi, yang hanya dapat dirasakan oleh pembaca dan yang memiliki tingkat imajinasi yang tinggi, sedangkan metode puisi merupakan bentuk dari cara penyajian puisi dengan menggunakan bahasa indah. Antara hakikat dan metode puisi tidak bisa dipisahkan karena keduanya saling mendukung (Tarigan,1986:12)
Banyak definisi puisi yang telah dikemukan oleh para ahli. Definisi itu kadang-kadang tidak mewakili puisi yang semakin hari semakin berkembang. Umpamanya definisi lama yang menyatakan bahwa puisi adalah karangan yang terikat oleh baris, bait, irama, dan rima. Definisi ini sudah tidak sesuai lagi kalau diterapkan pada puisi modern yang cenderung bebas, tidak terikat oleh yang disebutkan tadi.
Puisi adalah hasil tulisan manusia, manusia berusaha  mengutarakan pengalaman, yang berupa rasa cinta, rasa benci, harapan, keputusasaan, kemenangan, penyesalan, duka cita, gembira, dan sebagainya ke dalam bentuk tulisan. Tentu saja dalam pengungkapan ke dalam bentuk puisi akan berbeda dengan ke dalam bentuk prosa.
Pengungkapan ke dalam bentuk puisi akan sangat padat, karena pemilihan kata dalam puisi mengandung berbagai tapsiran. Berbeda dengan  bentuk prosa yang cenderung sangat longgar. Kata-kata yang dipilih dalam prosa banyak mengandung arti denotatif dan tidak menimbulkan banyak tapsir. Hal inilah yang membuat sulit dalam memahami sebuah puisi.
Di dalam tataran apresiasi puisi, rumusan pengertian puisi tidak begitu penting, tetapi yang paling penting adalah bagaimana puisi itu bisa dinikmati dan dipahami isinya. Namun untuk keperluan akademis teramsuk penulisan skripsi ini pengertian puisi menjadi hal yang penting, karena sebagai landasan ketika kita mempelajari struktur puisi lebih mendalam lagi.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian puisi menurut beberap ahli. Menurut Tarigan (1984:4) puisi berasal dari kata poet, bahasa Yunani yang berarti membuat, mencipta. Di dalam bahasa Inggris kata poet  disebut maker. Kata poet di dalam bahasa Yunani berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hamper-hampir menyerupai dewa atau amat suka kepada dewa-dewa.
Berkaitan dengan uraian di atas, Aminuddin (2003:134) berpendapat sebagai berikut.
Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poemi yang berarti membuat atau poeisis yang berarti pembuatan, dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry. Puisi diartikan membuat atau pembuatan, karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran Susana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah.

Sementara itu Hudson dalam Aminuddin (2003:135) mengemukakan bahwa puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya.
Selanjutnya Rusyana (1982:27) mengemukakan bahwa puisi adalah karangan rekaan hasil cipta seseorang sebagai ungkapan penghayatan ke dalam wujud bahasa. Menurut Yassin (1953:54) mengemukakan bahwa puisi adalah pengucapan dengan perasaan. Di dalam pengertian ini perasaan Yassin lebih menekankan pada perasaan yang sulit dipisahkan dengan pikiran. Ahli lain seperti Yunus (1985:40) menjelaskan bahwa puisi adalah hasil pengungkapan kembali segala peristiwa atau kejadian yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Situmorang (1981:10) puisi adalah ekspresi pengalaman imajinatif yang hanya bernilai dan berlaku dalam ucapan dan pernyataan yang bersifat kemasyarakatan, diutarakan dengan bahasa yang mempergunakan rencana yang matang serta bermanfaat. Sementara itu Waluyo (1991: 25) berpendapat bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapakan pikiran dan perasaan penyair secara struktur fisik dan batin.
Berdasarkan batasan-batasan puisi di atas, dapat dikemukakan bahwa ciri-ciri puisi itu sebagai barikut.
a.       Hasil pengekspresian perasaan.
b.      Bersifat imajiner terhadap kehidupan manusia.
c.       Mengacu kepada pengalaman kehidupan.
d.      Mempergunakan bahasa.
e.       Mempergunakan pilihan bunyi, irama, kata, dan kalimat yang selektif.
f.       Memperhatikan unsur keindahan dan kemerduan bunyi.
g.       Menyampaikan pesan kepada pembaca.
h.      Mengandung tema tertentu.
i.        Mengandung kata-kata yang bermakna konotatif.
j.        Kata-kata yang digunakan mengandung bantak tafsir.



Sebuah puisi dibangun oleh dua unsur pokok, yaitu struktur fisik dan struktur batin. Di dalam struktur batin yang diungkapkan itu adalah wujud pernyataan batin penyair. Struktur fisik puisi adalah media untuk mengungkapkan struktur batin puisi. Dengan kata lain media yang digunakan penyair untuk mengungkapkan makna yang hendak disampaikannya.
            Menurut Tarigan (1986:9) puisi mengandung suatu makna keseluruhan. Makna puisi dapat dipahami dalam struktur batin atau hakikat puisi.
            Hakikat puisi itu mengandung empat unsur, yaitu: tema penyair (sense), perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention).
            Sementara itu metode puisi terdiri atas: diksi, pengimajinasian, kata kongkret, majas atau bahasa figurative, ritme dan rima.
Proses kreatif pada dasarnya sama dengan proses kreatif pada karya-karya seni lainnya. Di dalam proses kreatif, manusia berusaha membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada. Orang yang kreatif akan selalu mencari ide atau gagasan, kemudian gagasan itu dituangkan dalam bentuk puisi.
Di dalam proses kreatif bukan hasil yang dipentingkan, tetapi sebuah proses yang terus menerus untuk menghasilkan sebuah karya yang lebih baik dan berbeda dengan karya-karya yang lain.
Sebuah puisi kalau tanpa proses yang bagus, hanya diciptakan asal-asalan, hasilnya tidak akan baik. Melalui proses akan ditemukan bentuk penulisan puisi yang lebih baik. Proses harus dianggap pengalaman yang berharga dalam menghasilkan sebuah puisi.
Proses penulisan puisi pada dasarnya sama dengan proses penulisan karya sastra yang lainnya, yaitu dimulai dari pengalaman yang diolah oleh penyair kemudian dituangkan memakai media bahasa ke dalam bentuk Puisi. Jadi, perbedaannya hanya pada bentuknya saja.
Proses penulisan puisi menurut Endraswara (2003:220-223) harus menempuh tiga tahapan, yaitu penginderaan, perenungan / pengendapan, dan memainkan kata.
Penginderaan sudah biasa dilakukan oleh setiap manusia, termasuk semua siswa bisa melakukannya. Penginderaan butuh latihan yang  berulang-ulang. Setiap manusia sejak lahir bisa mendengar, kemudian berpuisi dalam bentuk tangisan. Tangisan menurut Endraswara merupakan bagian dari seni berpuisi. Sadar atau tidak setiap manusia mengeluarkan tangisan dari hasil penginderaan.
Salah satu latihan penginderaan adalah siswa diajak ke luar kelas, kemudian menyaksikan atau melihat fenomena alam. Selanjutnya siswa disuruh melihat, merasakan, meraba, menjilat, mendengar dengan perasaannya sendiri. Fenomena itu harus bisa dirasakan sampai ke nurani yang paling dalam. Hasil dari peninderaan ini kemudian tuangkan dalam bentuk puisi.
Perenungan dan pengendapan, hal ini dilakukan setelah proses penginderaan. Semua yang telah diinderakan kemudian dipahami melalui perenungan atau pengendapan. Renungan itu harus diperkaya dengan emosi dan imajinasi. Kembangkan dalam setiap merenung itu dengan bekal andaikan atau jikalau.
Modal perenungan ini akan menjadi dalam, jika dipadukan dengan intuisi siswa. Intuisi adalah gerak hati yang bercampur dengan kata hati. Intuisi akan menyatu dengan imajinasi. Hasilnya akan melahirkan keinginan-keinginan dan memunculkan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Menurut istilah sastra ia akan menembus batas dan menciptakan dunia mungkin.
Menulis puisi secara sederhana dapat dikatakan sebagai proses memainkan kata atau menumpuk-numpuk kata. Unsur yang paling harus diperhatikan adalah masalah estetika, yaitu bagaimana kecermatan dan ketepatan mencari, memilih, dan menyusun kata-kata indah. Hal inilah yang menjadi poros dalam menciptakan puisi.
Kata yang digunakan dalam puisi adalah kata yang bernilai rasa.  Kata yang memiliki daya dan kekuatan. Oleh karena itu, penyair sangat hati-hati dalam memilih kata yang akan digunakan dalam puisinya.
Menurut Endraswara (2003:224-228) salah satu langkah dalam menulis puisi yaitu langkah enam M. Langkah ini meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut.
Yang dimaksud tanggap sasmita adalah kepekaan dalam menangkap sesuatu yang ada di sekitar kita. Latihan yang bisa dilakukan untuk melatih tanggap sasmita adalah senang memotret keadaan dan senang membandingkan keadaan.
Memotret yang dimaksud adalah melihat dengan intuisi, yaitu memperhatikan sesuatu dengan tajam, menyeluruh, dan menukik. Membandingkan adalah upaya penyair dalam membandingkan sesuatu dalam berbagai sesuatu. Upamanya, air di sungai dengan air dalam botol, burung di alam bebas dengan burung yang di dalam sangkar, dan sebagainya.
Ilham adalah pijaran cahaya emas yang mendorong seseorang untuk menulis puisi. Ilham itu bisa datang kapan saja dan di mana saja. Tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
Cara menangkap ilham, setiap orang pasti berbeda-beda, tegantung pada orangnya itu sendiri. Yang paling penting apakah ilham itu akan tetap ada atau hilang begitu saja. Ini juga tergantung pada orang yang bersangkutan dalam menyikapinya.
Setiap orang yang baru belajar puisi, memunculkan kata pertama merupakan pekerjaan yang menyulitkan. Hal ini karena kata pertama merupakan arah untuk menentukan kata-kata selanjutnya. Ketepatan penyair memunculkan kata pertama akan disusul ketepatan dalam memunculkan kata kedua, ketiga, dan seterusnya.
Kata pertama kadangkala muncul secara spontan, orisinal, bahkan juga harus melalui pengolahan yang panjang.
Mengolah kata  sejalan dengan mengembangkan ilham. Mengolah kata berarti memanipulasi ilham. Memanipulasi ilham berarti membingkai ilham menjadi sebuah puisi. Apalah artinya sebuah ilham atau inspirasi apabila tidak diekspresikan melalui kata-kata.
Mengolah kata hubungannya dengan menumpuk, menjajarkan, menggunting, dan menyusun ke dalam bait-bait. Dengan demikian, sebuah puisi dilihat dari fisiknya saja sudah indah. Apalagi kalau sudah memahami isinya.
Memberi vitamin adalah memberi nilai atau ruh ke dalam kata-kata yang dipilih itu agar enak dibaca. Ruh itu adalah kata-kata yang bermakna, kata yang mengandung nilai.
Vitamin dalam puisi akan membuat puisi itu hidup dan bermakna. Puisi yang telah kita buat sudah dipertimbangkan dari segi bobot sastranya.
Menyeleksi kata adalah upaya kita memilih kata-kata tadi yang sudah tersusun dalam bentuk bait. Seleksi dilakukan dengan berlandaskan pada rasa kata dan bongkar pasang kata. Dengan semikian puisi yang dihasilkan menjadi padat, kenyal, dan penuh makna. Kita jangan boros kata, tetapi juga jangan kikir kata. Seleksi kata dilakukan sebelum  puisi diumumkan ke masyarakat.
Model-model dalam menulis puisi ada enam yaitu yoga atau meditasi, ramai-ramai, responsif, cermin, psiko kreatif, dan kompilasi (Endraswara, 2003:229-230).
Model yoga atau meditasi langkah-langkahnya sabagai berikut.
a.       Berkontemplasi, duduk sila tumpang, ambil nafas dalam-dalam, kemudian hembuskan.
b.      Pejamkan mata, tarik nafas dalam, ikuti aba-aba, kemudian tuliskan.
Model ramai-ramai langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.       Siswa dibuat menjadi beberap kelompok, yang anggotanya 3-5 orang.
b.      Membuat puisi bersama-sama (digarap bersama-sama pada kelompok).
c.       Tiap kelompok membacakan puisi yang dibuatnya.
d.      Siswa atau kelompok lainnya mengomentari dan memberi nilai.
Model responsif yaitu siswa yang satu membuat puisi, kemudian yang lainnya merespon. Di dalam model ini pada intinya harus ada saling respon, sehingga terwujud sebuah puisi yang bagus.
Model cermin langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.       Dimulai dari pengamatan secermat-cermatnya tentang mahluk hidup.
b.      Mencermati benda mati (perubahan). Cari yang paling atau belum pernah disentuh.
c.       Memakai lukisan atau gambar tertentu.
 Model psikokreatif  bisa ditempuh melalui hal-hal berikut.
a.       Berawal dari rasa negatif ( kesal, marah, gelisah, dendam, dan lain-lain).
b.      Dari rasa positif (mencita-citakan, mendambakan, romantic, dan kenangan indah).
Model kompilasi bisa dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
a.       Diawali dari ilham kamudian mengumpulkan kata-kata yang mendukung dari istilah lugas sampai konotatif.
b.      Kata-kata tadi tinggal dimasukkan, disusun, diatur tipografinya.
c.       Kata-kata yang dipakai kemudian dibuang.
Sementara itu menurut Ismail (2001:2) ada empat belas teknik menulis puisi, yaitu: keinginan, bunyi, alam, mimpi, fantasi tak masuk akal, metaphor, menjelma hewan menjelma benda, akrostik, asonansi, aliterasi, rima, puisi gambar atau pictogram, dan latar pendengaran musik.
Selain itu Ismail juga mengemukan teknik menulis puisi terikat bentuk Jepang, yaitu haiku dan tanka.
  Dari teknik-teknik yang dikemukakan Ismail di atas, yang sesuai dengan model yang menjadi kajian penulis adalah teknik alam.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa berkaitan dengan menulis puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
a.       Siswa  mampu menulis puisi sebagai sebuah kebutuhan psikologis, bukan sebagai beban.
b.      Siswa mampu menulis puisi yang mengandung makna berlapis-lapis, seperti halnya puisi prismatis, sufistik, dan profetik.
c.       Siswa mampu menulis puisi dengan sebuah kejujuran batin, tak ada yang menekan, tak ada yang mengharuskan, tetapi lahir dari kesadaran hati yang terdalam.
d.      Siswa mampu menulis puisi melalui langkah-langkah dan model proses kreatif yang tepat, sehingga tak asal-asalan, asal menumpuk kata dan boros kata.
e.       Siswa mampu menulis puisi yang kontekstual, penuh getaran emosi, imajinasi yang indah, dan bercerita melalui puisi yang cair.
Kompetensi di atas merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa  berkaitan dengan menulis puisi yang berkualitas. Puisi yang ditulis itu tidak sekedar menumpuk kata, tetapi melalui proses yang jelas dan terarah. Menulis puisi tidak asal-asalan, tetapi hasil perenungan dan pengendapan terhadap pengalaman diri siswa.
Menurut Endraswara (2003:232) para siswa tidak cukup hanya memiliki kompetensi kualitas saja, tetapi juga harus memiliki kompetensi pragmatis. Yang dimaksud kompetensi pragmatis yaitu kualitas puisi yang laku dijual. Salam hal ini puisi yang bisa dimuat di media masa.
Kompetensi pragmatis dapat dikatakan berhasil apabila puisi itu dimuat di media masa. Hal ini juga belum cukup, kualitas kompetensi pragmatis dapat dikatakan berhasil apabila puisi yang dimuat di media masa itu menjadi pusat perhatian para pembaca. Selain itu, puisi tersebut banyak dibicarakan orang lain.
Sebelum lebih jauh puisi siswa itu di muat di media masa, ada langkah kongkret yang bisa dilakukan di sekolah, yaitu menyediakan wadah kreatifitas di sekolah berupa buletin atau madding sekolah. Di dalam media sekolah inilah puisi siswa bisa teruji kualitasnya.
Penelitian ini berangkat dari kerangka berpikir sebagai berikut.
1.      Guru harus memahami berbagai model pembelajaran bahasa dan sastra, khususnya bahasa dan sastra Sunda.
2.      Model pembelajaran yang digunakan oleh guru akan berpengaruh kepada hasil dan proses pembelajaran. Semakin baik model pembelajaran yang digunakan, maka akan semakin baik pula hasil dan proses dari pembelajaran itu.
3.      Puisi merupakan salah satu jenis sastra yang dipelajari dan diajarkan di kelas VIII SMPN 5 Cilawu Garut yang tercantum dalam kurikulum SMPN 5 Ciulawu Garut tahun 2010.
4.      Menulis puisi merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran sastra

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu pembelajaran menulis puisi yang menggunakan model objek langsung di kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu, Garut  dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi

3.PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian Tindakan Kelas adalah model pembelajaran yang akan mendorong guru untuk selalu meningkatkan kinerjanya dengan refleksi, dengan selalu mencoba strategi pembelajaran yang akan merubah pembelajaran yang berbasis pada “teacher centered” menjadi pembelajaran yang berbasis “discovery  yakni mencari sendiri, sampai mampu berdiri mandiri dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan di luar otoritas gurunya (Hopkins dalam Wiraatmaja, 2002:127)
            Penelitian tindakan kelas itu bersifat situasional, yaitu berkaitan dengan mendiagnosis masalah dalam konteks tertentu, misalnya dikelas dalam pembelajaran mengarang puisi, dan berusaha menyelesaikannya dalam konteks itu. Masalah yang diangkat, berangkat dari praktek pembelajaran sehari-hari yang benar-benar dirasakan oleh guru dan siswanya. Kemudian diupayakan penyelesainnya demi peningkatan mutu pendidikan, prestasi siswa, profesi guru, dan mutu sekolahnya dengan jalan merefleksi diri, yaitu sebagai praktisi dalam melaksanaan tugas-tugasnya, sekaligus secara sistematik meneliti praktisnya sendiri (Depdikbud, 1999:8).    
Model siklus yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk spiral refleksi yang dikembangkan Kemmis dan  Mc Taggart dikutip Sukidin dkk (2002). Secara garus besar, prosedur tindakan dilakukan melalui kegiatan perencanaan (plan), tindakan (act), observasi (observe) dan refleksi (reflect). Adapun prosedur pengembangan model tindakan yang dilaksanakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 1 di bawah ini :   
Orientasi Lapangan

Rencana Tindakan I

Pelaksanaan Tindakan I
Observasi Pelaksanaan
Refleksi Tindakan I
Rencana Tindakan II
Pelaksanaan Tindakan II
Observasi Pelaksanaan
Refleksi Tindakan II
Rencana Tindakan III
Pelaksanaan Tindakan III
Observasi Pelaksanaan
Refleksi Tindakan III
Rekomendasi
 





































Prosedur Pengembangan Model Tindakan (Kemmis dalam Hopkin, 1993).

      Prosedur penelitian tersebut dilaksanakan dalam lima tahapan yaitu :
1)      Orientasi lapangan adalah studi pendahuluan untuk meneliti     kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran mengarang puisi yang telah dilakukan pada tahun pembelajaran sebelumnya.
2)      Rencana tindakan, yaitu menyusun rencana tindakan meliputi menyusun perencanaan dimulai dari pembuatan rencana pembelajaran, media pembelajaran, kartu-kartu pertanyaan sesuai jumlah siswa, format tes setiap tindakan, format observasi guru dan keaktifan siswa, serta instrumen lainnya yang dibutuhkan selama penelitian. Penyusunan tersebut dilakukan bekerja sama antara penulis dengan observer
3)      Pelaksanaan tindakan, yaitu praktek pembelajaran yang nyata dilakukan oleh guru/penulis dan siswa, berdasarkan rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya. Pola pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru (peneliti) dalam tindakan kelas ini mengikuti tahapan berikut.

(1)  Membuka pelajaran
            Peneliti menjelaskan tujuan pembelajaran, model pembelajaran yang akan dilaksanakan yaitu menggunakan model pembelajaran objek langsung

(2)  Kegiatan Inti
Langkah-langkah pembelajaran menulis puisi yang menggunakan model objek langsung sebagai berikut.
a.    Peneliti menyampaikan pengantar.
b.    Peneliti menjelaskan teknis pembelajaran menulis puisi berdasarkan objek langsung.
c.    Siswa dibawa ke luar kelas untuk melihat objek langsung berkenaan dengan keindahan alam.
d.    Siswa mengindentifikasi berbagai hal yang ada pada objek tersebut.
e.    Siswa merenungkan sesuatu yang telah diidentifikasi.
f.     Siswa menulis puisi berdasarkan objek yang telah melalui perenungan dan pengimajinasian.
g.    Siswa membacakan puisi yang telah ditulisnya.
h.    Siswa yang lain mengomentarinya.
i.      Memperbaiki, melengkapi, dan menilai puisi yang dibacakan oleh siswa.
j.      Peneliti  merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan
(3)   Menutup Pelajaran
a.    Guru/peneliti membagikan angket tanggapan siswa terhadap model    pembelajaran yang telah dilakukan yaitu objek langsung, setelah pembelajaran pada tindakan III.
b.    Guru/peneliti menugaskan kepada siswa untuk membaca materi pelajaran untuk pertemuan selanjutnya
(4)     Observasi Pelaksanaan, adalah proses mendokumentasikan pengaruh, kendala, tindakan, serta persoalan yang mungkin ada, pada saat pembelajaran berlangsung. Pada saat observasi, observer mengamati proses pembelajaran berlangsung dengan mencatat kegiatan yang dilaksanakan oleh Penulis dan siswa, serta mencatat kendala-kendala yang dihadapi penulis dalam mengembangkan model pembelajaran objek langsung. Hasil observasi itu mendasari refleksi untuk tindakan yang telah dilakukan dan dijadikan pertimbangan untuk menyusun rencana tindakan selajutnya.
(5)     Refleksi, yaitu menjelaskan setiap efek-efeknya dan kegagalan pelaksanaan. Rekomendasi ini hasil kolaborasi antara guru/penulis dan observer, dengan mendiskusikan kelebihan dan kekurangan serta pengaruhnya dalam kegiatan belajar mengajar pada setiap tindakan selama penelitian dilaksanakan

Penelitian dilaksanakan di kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu, yang beralamat di Kp. Kondangrege, Desa Sukamukti, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut 44161.
Subjek penelitian ini difokuskan pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu, Garut yang berjumlah 34 orang, terdiri atas 17 orang laki-laki dan  17 orang perempuan.
Waktu penelitian dimulai bulan Agustus s.d Oktober 2010. Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan pembuatan silabus, RPP, perangkat KBM, kisi-kisi soal dan soal, tahap analisis, dan pengolahan data.
                       
         Model pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.     Butir Soal LKS Setiap Tindakan
         Hasil pengerjaan LKS setiap tindakan digunakan untuk menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajari dan ketuntasan belajarnya, sebagai diagnosa dan sebagai input balikan bagi peneliti serta sebagai pegangan siswa untuk mengerjakan tugas dari guru (Lampiran 4, 5 dan 6)
2.     Angket
         Angket siswa digunakan untuk mengukur sikap dan tanggapan siswa terhadap model pembelajaran objek langsung yang diterapkan  (Lampiran 7).
3.     Pedoman Observasi Keaktifan Siswa
         Pedoman observasi keaktifan siswa digunakan untuk membantu observer menentukan keaktifan siswa (Lampiran 8)
4.    Daftar Chek
         Daftar chek digunakan untuk membantu observer menentukan siswa yang aktif dalam mengikuti pembelajaran (Lampiran 9)   
5.     Catatan Lapangan
         Catatan lapangan digunakan untuk mencatat kejadian-kejadian, selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Catatan lapangan ini meliputi: observasi keaktifan siswa (Lampiran 10) dan pelaksanaan model pembelajaran objek langsung oleh guru (Lampiran 11), serta diskusi balikan antara guru/penulis dengan observer (Lampiran 12). Catatan lapangan dilakukan oleh observer.
         Data yang telah diperoleh pada setiap tahapan tindakan diolah dan dinalisis melalui tahap-tahap sebagai berikut.
         Kategori Data dalam penelitian ini adalah : tingkat penguasaan siswa dan daya serap kelas setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran objek langsung.
Indikator  keberhasilan penelitian tindakan ini adalah ketuntasan belajar dan daya serap klasikal (DSK). Suatu kelas disebut telah tuntas belajarnya bila kelas tersebut telah mencapai 85 % siswa mencapai daya serap > 65 % (Depdikbud RI, 1994). Untuk menghitung persentase diatas dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

              Tingkat penguasaan   =         Jumlah skor total subjek     X 100 %
                                                            Jumlah skor total maximal      
                          
               DSK = ( ∑siswa yang memperoleh tingkat penguasaan > 65 %) X 100 %
                                                              Jumlah siswa

         Menganalisis Angket Siswa
               Angket siswa dihitung dengan menggunakan rumus :

               Prosentase alternatif jawaban  =  Alternatif jawaban    X   100%
                                                                      Jumlah sampel

         Data angket yang telah terkumpul, dihitung dan ditabulasikan serta dipersentasekan. Seluruh jawaban siswa yang memilih setiap indikator. Setelah dipersentasekan kemudian ditafsirkan kedalam kalimat yang bersifat kualitatif.
Untuk menguji hasil angket dari siswa tentang kualitas pembelajaran mengarang puisi yang menggunakan model objek langsung menggunakan kriteria sebagai berikut.
0%       ---        0,9%   = tak seorang pun
1%       ---        49%     = sebagian kecil
50%     ---                    = setengahnya
51%     ---        74%     = sebagian besar
75%     ---        99%     = hampir semua
--- 100%          =  semuanya
(Mulyana,  2000:143)

         Agar data yang diperoleh sahih dan andal, maka dilakukan teknik triangulasi, yaitu dengan melakukan beberapa tindakan antara lain:
·         Melakukan pengecekan ulang dari data yang telah terkumpul untuk kelengkapannya.
·         Melakukan pengolahan dan analisis ulang dari data yang terkumpul.
·         Membuat perangkat test
·         Pembuatan lembar observasi untuk guru/penulis dan siswa, pedoman wawancara dan angket serta instrumen lainnya.
1.        Pelaksanaan Tindakan
·         Menerapakan model pembelajaran Objek Langsung
·         Mengobservasi aktifitas siswa dan guru/penulis selama belangsungnya proses pembelajaran, dilakukan oleh observer
·         Melakukan tes setelah pembelajaran setiap kali pertemuan.
·         Melakukan tes setelah selesai setiap tindakan, dan menyebarkan angket utnuk mengetahui tanggapan siswa terhadap model pembelajarn objek langsung
2.        Evaluasi
·         Penilaian pengerjaan soal pada LKS tiap tindakan (Lampiran 4, 5 dan 6)
·         Angket untuk siswa (Lampiran 7)
·         Observasi keaktifan siswa (Lampiran 10) dan observasi pelaksanaan pembelajaran oleh guru/penulis (Lampiran 11)
·         Diskusi balikan antara observer dengan penulis, setiap menyelesaikan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran objek langsung      (Lampiran 12)

3.            Analisis dan Refleksi
         Langkah-langkah dalam refleksi tindakan terdiri atas :
·           Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang sudah dan belum terpecahkan dan yang muncul selama tindakan pembelajaran berlangsung.
·           Menganalisis dan merinci tindakan pembelajaran  yang telah dilakukan dan efektifitas pembelajaran berdarkan kendala-kendala yang dihadapi penulis.
·           Menentukan tindakan selanjutnya berdarkan hasil analisis refleksi yang dilakukan secara kolaborasi atara penulis dan observer

 
4. HASIL PENELITIAN DAN           PEMBAHASAN
            Persiapan yang dilakukan untuk mengembangkan model Objek Langsung (OL) adalah penyusunan rencana pembelajaran untuk tindakan I    (Lampiran 1), soal LKS tindakan I (Lampiran 4), pedoman aktivitas siswa untuk membantu menandai siswa yang berpartisipasi aktif, selama proses pembelajaran berlangsung (Lampiran 8), daftar chek (Lampiran 9), format aktivitas siswa (Lampiran 10), pedoman observasi untuk mencatat proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru/peneliti (Lampiran 11), format diskusi balikan (Lampiran 12), dan kartu pertanyaan/jawaban siswa  (Lampiran 13).
            Pada tindakan I, siswa yang mengikuti proses pembelajaran sebanyak 44 orang dari jumlah siswa VII A SMP Negeri 5 Cilawu yang seluruhnya 44 orang. Kompetensi dasar materi bahasa Sunda yang dibahas pada tindakan I menulis puisi (sajak).
            Pada awal pembelajaran, peneliti menginformasikan materi yang akan dibahas, tujuan pembelajaran dan jenis model pembelajaran yang akan dilakukan, yaitu menggunakan model Objek Langsung.
         Peneliti selanjutya membagikan kartu pada setiap siswa. Setiap siswa menuliskan kode identitas diri, serta menuliskan petanyaan yang berkaitan dengan materi yang dibahas yaitu akhlak terpuji. Setelah semua siswa selesai membuat pertanyaan, masing-masing siswa diminta untuk memberikan kepada teman disamping kirinya, terus memutar/menggeser sampai semua siswa menerima pertanyaan. Masing-masing siswa yang telah menerima pertanyaan, diminta membaca pertanyaan, jika pertanyaan itu ingin diketahui jawabannya maka  ia harus  memberin tanda ceklis (√). Pertanyaan-pertanyaan tadi baik yang diberi ceklis maupun tidak dikembalikan kepada teman sipemberi pertanyaan. Para siswa yang pertanyaannya mendapat tanda ceklis, diminta menuliskan jawabannya, kemudian membacakan pertanyaan sekaligus jawabannya. Berikan respon atau jawaban dari masing-masing pertanyaan untuk ditanggapi oleh siswa lain, sampai diperoleh jawaban yang benar.      Guru/peneliti membimbing dan mengarahkan siswa supaya aktif mengikuti pembelajaran dengan baik, serta menjaga suasana kelas tetap tertib dan menyenangkan.
                  Siswa ditugaskan untuk mengumpulkan semua jawaban yang dibuatnya. Guru/peneliti dan siswa mengklarifikasikan jawaban dari setiap pertanyaan. Menjelang akhir pembelajaran peneliti menyuruh siswa membaca di rumah tentang taat, untuk pertemuan selanjutnya (tindakan II). Aktivitas siswa selama proses pembelajaran dapat dilihat pada tabel 1, begitu pula hasil pengerjaan LKS berupa skor terlihat pada tabel 2.
4.1.1.2 Aktivitas Siswa pada Tindakan I
      Aktivitas siswa selama pelaksanaan pebelajaran tindakan I, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel  1.    Keaktifan Siswa pada Tindakan I
No
Kriteria yang diamati
Jumlah siswa
%
1
Menuliskan pertanyaan
28
63.64
2
Menjawab
23
52.27
3
Menanggapi
18
40.91
4
Menyimak
22
50.00

      Berdasarkan tabel 1 diatas, menunjukkan aktivitas siswa yang       benar-benar menuliskan pertanyaan sebanyak 28 orang (63.64%), menjawab pertanyaan sebanyak 23 orang (52.27%), menanggapi sebanyak 18 orang (40.91%) dan menyimak sebanyak 22 orang (50.00%). Berdasarkan data tersebut keaktifan siswa pada tindakan I belum mencapai hasil yang maksimal. Siswa yang benar-benar menuliskan pertanyaan hanya (63.64%), sisanya mengobrol, bercanda dengan temannya, menanyakan kepada temannya untuk menuliskan contoh pertanyaan, dan beberapa siswa kelihatan masih belum paham sehingga mereka tidak menuliskan suatu pertanyaan yang berhubungan dengan materi pelajaran.  Siswa yang menuliskan jawaban dari pertanyaan yang dibuatnya hanya (52.27%), sisanya kelihatan malas mencari sendiri jawabannya pada buku pegangan, LKS, atau buku lain yang relevan, mereka lebih suka menanyakan jawabannya pada siswa lain. Siswa yang benar-benar menanggapi jawaban dari siswa lain (40.91%), sisanya tidak menyimak, mengobrol atau mengerjakan pekerjaan lain. Sedangkan siswa yang menyimak penjelasan guru pada awal pembelajaran, dan menyimak jawaban dari siswa lain hanya (50.00%). Kurangnya aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran disebabkan antara lain, siswa belum memahami pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran Objek Langsung. Faktor lain disebabkan adanya perbedaan model pembelajaran yang dilakukan sebelumnya (model ceramah)
4.1.1.3 Skor Siswa Tindakan I
Skor siswa pada tindakan I dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini :
Tabel  2.   Skor Siswa pada Tindakan I
No
Skor
Jumlah siswa)
%
1
> 2 – 3
8
18.18
2
> 3 – 4
12
27.27
3
> 4 – 5
10
22.73
4
> 5 – 6
2
4.55
5
> 6 - 7
12
27.27

Jumlah
44


Berdasarkan tabel 2 di atas, perolehan hasil pengerjaan LKS dalam bentuk skor pada tindakan I memperlihatkan hasil yang kurang memuaskan. siswa yang memperoleh nilai lebih dari 2    3  sebanyak  8 orang (18.18%), Siswa yang memperoleh nilai lebih dari 3 – 4 sebanyak 12 orang (27.27%), siswa yang memperoleh nilai lebih dari 4    5  sebanyak 10 orang (22.73%), Siswa yang memperoleh nilai lebih dari 5 –  6 sebanyak 2 orang (4.55%). Dan siswa yang memperoleh nilai 6 – 7 sebanyak 12 orang (27.27%)
            Berdasarkan data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa skor siswa masih jauh dari yang diharapkan, siswa yang memperoleh skor lebih dari   6 –  7 sebanyak 12 orang, tidak ada siswa yang memperoleh nilai diatas 7.  Walaupun demikian, siswa sudah menunjukkan motivasi yang cukup baik untuk mengikuti pembelajaran, ini terlihat pada saat siswa mencari jawaban dari pertanyaan yang diajukan, hampir setengahnya siswa sibuk mencari informasi dalam buku pegangan. Akan tetapi hampir setengahnya siswa lain tidak mengikuti pembelajaran dengan baik, mereka tidak menuliskan suatu pertanyaan, menuliskan jawaban yang dibuatnya, menanggapi jawaban siswa lain, dan menyimak dengan baik jalannya pembelajaran. Kondisi tersebut mungkin disebabkan siswa tersebut belum memahami urutan melakasanakan pembelajaran menggunakan model Objek Langsung. Beberapa siswa tidak berani menanyakan hal-hal yang belum dipahami, serta guru/peneliti tidak berusaha memberikan motivasi, apresiasi dan bimbingan yang lebih intensif supaya siswa mengikuti pembelajaran dengan baik. Sehingga kondisi tersebut  menyebabkan skor pada tindakan I kurang memuaskan.
4.1.1.4 Refleksi dan Revisi Tindakan 1
Berdasarkan hasil observasi tindakan 1, menunjukkan adanya kebaikan dan kekurangan selama proses pembelajaran. Kebaikan yang ada dapat dipertahankan untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya sedangkan kekurangan yang telah ditemukan perlu diperbaiki. Kebaikan pelaksanaan tindakan 1 yaitu, telah dilaksanakan pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, seperti yang tercantum dalam rencana pembelajaran. Kekurangan yang ada pada pelaksanaan tindakan 1 diantaranya :
1)      Penguasaan suasana kelas oleh guru masih kurang, sehingga pembelajaran relatif tidak tertib dan gaduh.
2)      Guru/peneliti kurang memberikan, motivasi, dorongan, dan apresiasi dalam memulai kegiatan belajar mengajar, supaya siswa tertarik untuk mengikuti pelajaran
3)      Guru/peneliti kurang tegas dalam menindak siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan baik, hal ini diperparah dengan suara guru yang kurang keras  
4)      Proses pembimbingan yang dilakukan guru kurang intensif untuk mengarahkan siswa dalam merumuskan pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran, menuliskan jawaban dari pertanyaan tersebut, membacakan jawabannya serta menanggapi jawaban siswa lain.
      Berdasarkan kekurangan yang ada pada pelaksanaan tindakan 1, perlu memperhatikan perbaikan-perbaikan seperti di bawah ini :
1)      Guru/Peneliti harus terampil menciptakan suasana kelas yang tertib, kondusif dan menyenangkan.
2)      Dalam memulai kegiatan belajar mengajar, Peneliti harus pintar meningkatkan motivasi belajar siswa, dan memberikan apresiasi supaya siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran
3)      Guru/Peneliti harus meningkatkan volume suaranya supaya bisa terdengar sampai ke belakang, kemudian harus lebih tegas dalam menghadapi siswa yang tidak mengikuti pelajaran atau ngobrol.
4)      Guru/peneliti meningkatkan proses pembimbingan untuk mengarahkan siswa dalam merumuskan pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran, menuliskan jawaban dari pertanyaan tersebut, membacakan jawabannya serta menanggapi jawaban siswa lain.

4.1.2 Pelaksanaan Tindakan II
4.1.2.1 Persiapan dan Pelaksanaan Tindakan II
Persiapan yang dilakukan untuk Pelaksanaan pembelajaran pada      tindakan II adalah penyusunan rencana pembelajaran untuk tindakan II   (Lampiran 2), soal LKS tindakan II (Lampiran 5), pedoman aktivitas siswa untuk membantu menandai siswa yang berpartisipasi aktif, selama proses pembelajaran berlangsung (Lampiran 8), daftar chek (Lampiran 9), format aktivitas siswa (Lampiran 10), pedoman observasi untuk mencatat proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru/peneliti (Lampiran 11), format diskusi balikan                 (Lampiran 12), dan kartu pertanyaan/jawaban siswa  (Lampiran 13) 
Tindakan II diikuti oleh seluruh siswa sejumlah 44 orang, kompetensi dasar Pendidikan Agama Islam yang dibahas pada tindakan II adalah taat
Peneliti memberi  kesempatan pada siswa untuk bertanya tentang materi pada tindakan I yang belum dipahami, selanjutnya peneliti menginformasikan garis besar materi yang akan dibahas, serta model pembelajaran yang digunakan sama dengan proses pembelajaran pada tindakan I. 
            Proses pembelajaran pada tindakan II, tidak jauh berbeda dengan pembelajaran pada tindakan I, yaitu guru/peneliti membagikan kartu pada setiap siswa. Setiap siswa menuliskan kode identitas diri, serta menuliskan petanyaan yang berkaitan dengan materi yang dibahas yaitu taat.  Setelah semua siswa selesai membuat pertanyaan, masing-masing siswa diminta untuk memberikan kepada teman disamping kirinya, terus memutar/menggeser sampai semua siswa menerima pertanyaan. Masing-masing siswa yang telah menerima pertanyaan, diminta membaca pertanyaan, jika pertanyaan itu ingin diketahui jawabannya maka  ia harus  memberin tanda ceklis (√).  Pertanyaan-pertanyaan tadi baik yang diberi ceklis maupun tidak dikembalikan kepada teman sipemberi pertanyaan. Para siswa yang pertanyaannya mendapat tanda ceklis, diminta menuliskan jawabannya, kemudian membacakan pertanyaan sekaligus jawabannya. Berikan respon atau jawaban dari masing-masing pertanyaan untuk ditanggapi oleh siswa lain, sampai diperoleh jawaban yang benar.            Guru/peneliti membimbing dan mengarahkan siswa supaya aktif mengikuti pembelajaran dengan baik, serta menjaga suasana kelas tetap tertib dan menyenangkan.
            Siswa ditugaskan untuk mengumpulkan semua jawaban yang dibuatnya.       Guru/peneliti dan siswa mengklarifikasikan jawaban dari setiap pertanyaan.
            Menjelang akhir pembelajaran peneliti membahas kembali garis besar materi sebagai penguatan terhadap jawaban siswa. Selanjutnya peneliti menyuruh siswa membaca di rumah tentang qanaah, untuk pertemuan selanjutnya               (tindakan III).
            Aktivitas siswa selama proses pembelajaran dapat dilihat pada tabel 1, begitu pula hasil pengerjaan LKS berupa skor terlihat pada tabel 2.

4.1.2.2  Aktivitas Siswa pada Tindakan II
Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada tindakan II telah memperlihatkan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam bertanya, menyimak maupun menjawab pertanyaan guru yang dapat dilihat dari tabel  3 dibawah ini

Tabel  3. Keaktifan Siswa pada Tindakan II
No
Kriteria yang diamati
Jumlah siswa
%
1
Menuliskan pertanyaan
32
72.73
2
Menjawab
28
63.64
3
Menanggapi
24
54.55
4
Menyimak
27
61.36

            Tabel 3 di atas menunjukkan aktivitas siswa yang benar-benar menuliskan pertanyaan sebanyak 32 orang (72.73%), menjawab pertanyaan sebanyak            28 orang (63.64%), menanggapi sebanyak 24 orang (54.55%) dan menyimak sebanyak 27 orang (61.36%), data diatas menggambarkan bahwa keaktivan siswa dalam mengikuti pembelajaran menggunakan model Objek Langsung telah meningkat walaupun belum mencapai hasil yang maksimal. Pada umumnya aktivitas siswa untuk menuliskan pertanyaan, menjawab pertanyaan yang dibuatnya, menanggapi jawaban siswa lain, menanyakan hal-hal yang belum dipahami, serta menyimak proses pembelajaran dari awal sampai akhir, mengalami peningkatan. Namun demikian masih ada beberapa siswa yang belum berperan aktif  dan mengikuti pembelajaran dengan baik.

4.1.2.3  Skor Hasil pengerjaan LKS pada Tindakan II
Skor hasil pengerjaan LKS tindakan II dapat dilihat pada tabel  4 dibawah ini.
Tabel  4.  Skor Siswa pada Tidakan II
No
Skor
Jumlah Siswa
%
1
>4-5
5
11.36
2
>5-6
12
27.27
3
>6-7
15
34.09
4
>7-8
12
27.27

Jumlah
44


Pada tindakan II memperlihatkan adanya peningkatan skor pengerjaan LKS dibanding hasil pengerjaan LKS pada tindakan I. Nilai tugas siswa dibawah 4 sudah tidak ada lagi. Siswa yang memperoleh nilai lebih dari 4 - 5 sebanyak 5 orang  (11.36%). Siswa yang memperoleh nilai lebih dari 5 - 6 sebanyak 12 orang (27.27%). Siswa yang memperoleh nilai lebih dari 6 - 7, sebanyak 15 orang  (34.09%). Dan siswa yang memperoleh skor lebih dari 7 - 8  sebanyak 12 orang (27.27%)
Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran,  lebih tinggi dibanding hasil pada tindakan I. Peningkatan skor pengerjaan LKS dan keaktifan siswa disebakan karena siswa sudah terbiasa mengikuti pembelajaran menggunakan model Objek Langsung, dan siswa sudah mempelajari terlebih dahulu materi pelajaran, karena pada tindakan I sudah ditugaskan guru untuk mempelajarinya, selain itu guru/peneliti telah memberikan bimbingan lebih intensif dan adil pada setiap siswa dibandingkan tindakan I.

4.1.2.4 Refleksi dan Revisi Tindakan II
      Berdasarkan hasil observasi tindakan II, menunjukkan adanya perbaikan dari tindakan I. Kelebihan yang muncul pada tindakan II dan perlu dipertahankan diantaranya :
1)      Guru/peneliti telah menerapkan kegiatan mengajar sesuai dengan rencana pembelajaran dan tuntutan model Objek Langsung
2)      Hasil belajar siswa berupa perolehan skor dari tes telah memperlihatkan adanya peningkatan dari tindakan I.
3)      Aktifitas siswa dalam merumuskan pertanyaan, menjawab, dan menanggapi lebih aktif, tertib dan meningkat.
4)      Guru/peneliti telah memberikan apresiasi pada awal pembelajaran 
5)      Guru/peneliti telah meningkatkan proses pembimbingan selama proses pembelajaran, dengan mendekati siswa satu persatu.
         Namun demikian, pelaksanaan tindakan II masih memperlihatkan adanya kekurangan yang masih perlu diperbaiki, kekurangan – kekurangan tersebut antara lain :
1)      Ada beberapa siswa yang belum aktif  bertanya, menjawab, dan menyimak.
2)      Guru/peneliti masih harus tegas dalam menghadapi beberapa siswa yang tidak mengikuti pelajaran dengan baik.
Perbaikan untuk tindakan  III diantaranya :
1)      Mempertahankan kelebihan yang telah dilaksanakan pada tindakan II.
2)      Guru/peneliti lebih tegas dalam menghadapi anak yang tidak mengikuti pelajaran dengan baik.
3)      Guru/peneliti harus pintar meningkatkan motivasi, minat dan aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran

4.1.3 Pelaksanaan Tindakan III
4.1.3.1 Persiapan dan Pelaksanaan Tindakan III
Persiapan yang dilakukan untuk Pelaksanaan pembelajaran pada            tindakan III tidak jauh berbeda dengan tindakan II yaitu, penyusunan rencana pembelajaran untuk tindakan III (Lampiran 3), soal LKS tindakan III (Lampiran 6), angket respon siswa terhadap penggunaan model pembelajaran Objek Langsung (Lampiran 7), pedoman aktivitas siswa untuk membantu menandai siswa yang berpartisipasi aktif, selama proses pembelajaran berlangsung (Lampiran 8), daftar chek (Lampiran 9), format aktivitas siswa (Lampiran 10), pedoman observasi untuk mencatat proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru/peneliti (Lampiran 11), format diskusi balikan (Lampiran 12), dan Kartu pertanyaan/jawaban siswa  (Lampiran 13) 
          Tindakan III diikuti oleh seluruh siswa sebanyak 44 orang. Kompetensi dasar Pendidikan Agama Islam yang dibahas pada tindakan III adalah qanaah. 
          Untuk melaksanakan tindakan III persiapan yang dilakukan  tidak jauh berbeda dari pelaksanaan tindakan sebelumnya. Yaitu guru/peneliti membagikan kartu pada setiap siswa. Setiap siswa menuliskan kode identitas diri, serta menuliskan petanyaan yang berkaitan dengan materi yang dibahas yaitu qanaah. Setelah semua siswa selesai membuat pertanyaan,   masing-masing siswa diminta untuk memberikan kepada teman disamping kirinya, terus memutar/menggeser sampai semua siswa menerima pertanyaan. Masing-masing siswa yang telah menerima pertanyaan, diminta membaca pertanyaan, jika pertanyaan itu ingin diketahui jawabannya maka  ia harus  memberin tanda ceklis (√). Pertanyaan-pertanyaan tadi baik yang diberi ceklis maupun tidak dikembalikan kepada teman sipemberi pertanyaan. Para siswa yang pertanyaannya mendapat tanda ceklis, diminta menuliskan jawabannya, kemudian membacakan pertanyaan sekaligus jawabannya. Berikan respon atau jawaban dari masing-masing pertanyaan untuk ditanggapi oleh siswa lain, sampai diperoleh jawaban yang benar. Guru/peneliti membimbing dan mengarahkan siswa supaya aktif mengikuti pembelajaran dengan baik, serta menjaga suasana kelas tetap tertib dan menyenangkan. 
          Peneliti memberikan bimbingan  selama proses pembelajaran seperti yang dilakukan pada tindakan II. Peneliti berkeliling membimbing, mengarahkan, memberi apresiasi kepada setiap siswa untuk mencari informasi dan jawaban dari setiap pertanyaan. Peneliti melakukan bimbingan sampai semua pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya dibahas oleh siswa bersama guru. Selama pembahasan siswa diarahkan untuk aktif menyimak, menjawab, menyanggah, dan menanggapi setiap jawaban dari siswa lainnya.
          Siswa ditugaskan untuk mengumpulkan semua jawaban yang dibuatnya.         Guru/peneliti dan siswa mengklarifikasikan jawaban dari setiap pertanyaan.
         Aktivitas siswa selama proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada tindakan III, dapat dilihat pada tabel 5, sedangkan skor hasil pengerjaan LKS siswa dapat dilihat pada  tabel 6. Peneliti menutup pelajaran dengan membagikan angket untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan model pemberian tugas, dan kesulitan-kesukitan yang dihadapi dalam mengerjakan tugas.

4.1.3.2 Aktivitas Siswa pada Tindakan III
Keaktifan siswa selama pembelajaran pada tindakan III dapat dilihat pada tabel 5 berikut.
Tabel 5.  Keaktifan Siswa pada Tindakan III
No
Kriteria yang diamati
Jumlah siswa
%
1
Menuliskan pertanyaan
38
86.36
2
Menjawab
35
79.55
3
Menanggapi
32
72.73
4
Menyimak
31
70.45

         Berdasarkan tabel 5 di atas, keaktifan siswa pada Tindakan III menunjukkan aktivitas siswa yang benar-benar menuliskan pertanyaan sebanyak 38 orang (86.84%), menjawab pertanyaan sebanyak 35 orang (79.55%), menanggapi sebanyak 32 orang (72.73%) dan menyimak sebanyak 31 orang (70.45%). Data di atas, menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa, selama pembelajaran   Pendidikan Agama Islam menggunakan model Objek Langsung, bila dibandingkan dengan aktivitas siswa pada tindakan I dan II. Kondisi tersebut disebabkan karena siswa sudah terbiasa dan memahami urutan kegiatan pembelajaran menggunakan model Objek Langsung, sudah mempersiapkan materi pelajaran di rumah, dan guru/peneliti berusaha mengingatkan siswa pada tindakan II untuk meningkatkan prestasi belajar dan mempersiapkan materi pelajaran dirumah, kemudian adanya pengembalian hasil pengerjaan LKS pada tindakan I dan II, menyebabkan siswa berusaha untuk meningkatkan nilainya

4.1.3.3 Skor Siswa pada Tindakan III
Skor hasil pengerjaan LKS pada pelaksanaan tindakan  III  dapat  dilihat pada tabel  6 dibawah :
Tabel  6.  Skor Siswa Siswa pada Tidakan III
No
Skor
Jumlah siswa
%
1
 > 5-6
6
13.64
2
> 6-7
10
22.73
3
> 7-8
18
40.91
4
> 8-9
10
22.73

Jumlah
44

        
         Skor hasil pengerjaan LKS siswa tidakan III, menunjukan bahwa siswa yang memperoleh skor antara 5 - 6 sebanyak 6 orang (13.64%), siswa yang memperoleh nilai lebih dari 6 - 7 sebanyak  10 orang  (22.73%). Siswa yang memperoleh skor lebih dari   7 - 8   sebanyak 18 orang (40.91%), dan siswa yang memperoleh skor lebih dari   8 - 9 sebanyak 10  orang (22.73%). Tabel 6 juga menunjukan bahwa perolehan skor pengerjaan LKS siswa mengalami peningkatan dari skor pengerjaan LKS tindakan I dan II, kemudian siswa sudah memperlihatkan sikap yang lebih bertanggung jawab, aktif dan sunguh-sungguh untuk mengikuti pembelajaran..
         Tindakan III mengakhiri tindakan pembelajaran mengunakan model Objek Langsung, dengan indikator keaktifan siswa telah diatas 65% dan skor hasil pengerjaan LKS siswa minimal sudah 6.50

4.2       Hasil Pelaksanaan Seluruh Tindakan
4.2.1    Persiapan dan Pelaksaan Mengembangkan Model Objek Langsung Pada Tindakan I – III
Hasil observasi tentang persiapan untuk mengembangkan model Objek Langsung untuk tindakan I telah berjalan dengan baik, peneliti telah mempersiapkan instrumen dan penunjang kegiatan model Objek Langsung, mulai dari persiapan pembuatan rencana pembelajaran, lembar tugas siswa, daftar chek, alat observasi keaktifan siswa, alat observasi Pelaksanaan kegiatan guru, dan format diskusi balikan. Sedangkan instrumen dan penunjang kegiatan model Objek Langsung untuk tindakan II merupakan hasil refisi, refleksi dan masukan dari tindakan I, serta diskusi dengan  observer. Begitu juga persiapan untuk       tindakan III, hasil refisi, refleksi dan masukan dari tindakan II, serta diskusi dengan  observer. Sedangkan kegiatan pelaksanaan mulai tindakan I – III, menunjukkan bahwa pembelajaran telah sesuai dengan rencana pembelajaran  yang telah dibuat, sebelum melaksanakan tindakan I sampai pada tindakan III.
Observer dan peneliti dalam melakukan diskusi balikan, selalu memperhatikan kekurangan-kekurangan yang ada sehingga  disempurnakan pada tindakan selanjutnya. Catatan lapangan (lembar observasi) dan lembar diskusi balikan telah mencatat perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi tidak hanya dari cara peneliti mengajar, tetapi dilihat juga aktivitas dan skor siswa selama mengikuti pembelajaran. Aktivitas siswa dan perolehan skor pengerjaan atas tugas siswa, selama penerapan model Objek Langsung dari tindakan I sampai III telah mengalami perbaikan. Peningkatan aktivitas dan perolehan skor pengerjaan LKS siswa selama penerapan model Objek Langsung dari tindakan I sampai III dapat dilihat dari tabel 7 dan 8.

4.2.2    Aktivitas Siswa dalam Penerapan Model Objek Langsung pada Tindakan 1-1II    
            Keaktifan siswa dalam mengikuti  proses   pembelajaran      mulai       dari   tindakan I sampai tindakan III  menunjukkan   peningkatan.    Keaktifan       siswa   terlihat dari aktivitas siswa selama  proses  pembelajaran    berlangsung      dengan      melakukan aktitas menuliskan pertanyaan, menjawab   dari    pertanyaan       yang dibuatnya, menanggapi jawaban siswa lain, dan menyimak kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir.
         Hasil observasi aktivitas siswa selama penelitian dari tindakan I sampai III, dapat dilihat pada tabel  7 dibawah ini.





Tabel  7.  Aktivitas Siswa Dari Tindakan I-III
Jumlah Siswa & Prosentase
Aktivitas Siswa dari Tindakan I - III
Menuliskan pertanyaan
Menjawab
Menanggapi
Menyimak
I
II
III
I
II
III
I
II
III
I
II
III
Jumlah Siswa
28
32
38
23
28
35
18
24
32
22
27
31
Prosentase
63.64
72.73
86.36
52.27
63.64
79.55
40.91
54.55
72.73
50.00
61.36
70.45

         Aktivitas siswa dalam menuliskan pertanyaan dari tindakan I sampai III mengalami peningkatan. Pada tindakan I siswa yang benar-benar menuliskan pertanyaan sebanyak 28 orang (63.64%), pada tindakan II sebanyak 32 orang (72.73%), dan pada tindakan III sebanyak 38 (86.36%). Berdasarkan hasil tindakan II, aktivitas siswa dalam menuliskan pertanyaan mengalami peningkatan 4 orang (9.09%) dari tindakan I. Aktivitas siswa menuliskan pertanyaan pada tindakan III dibandingkan dengan tindakan II mengalami peningkatan 6 orang (13.64%). Peningkatan aktivitas siswa dalam menuliskan pertanyaan secara keseluruhan dari tindakan I sampai pada tindakan III meningkat sebanyak 10 orang (22.73%).
Aktivitas siswa dalam menjawab dari tindakan I sampai III mengalami peningkatan. Pada tindakan I siswa yang menjawab sebanyak 23 orang (52.27%) pada tindakan II sebanyak 28 orang (63.64%) dan pada tindakan III sebanyak             35 orang (79.55%). Aktivitas siswa dalam menjawab mengalami peningkatan                     5 orang (11.36%) dari tindakan I. Begitu juga pada tindakan III mengalami peningkatan 6 orang (13.64%) dibanding tindakan II. Peningkatan aktivitas siswa dalam menjawab secara keseluruhan dari tindakan I sampai pada tindakan III meningkat sebanyak 11 orang (25.00%).
Berdasarkan tabel 7 diatas aktivitas siswa dalam menanggapi dari  tindakan I sampai ke III mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil tindakan II, aktivitas siswa dalam menanggapi mengalami peningkatan 6 orang (13.64%) dari    tindakan I, pada tindakan ke III aktivitas siswa menanggapi mengalami peningkatan berjumlah 8 orang (18.18%) dibandingkan dengan tindakan II, peningkatan aktivitas siswa dalam menanggapi secara keseluruhan dari tindakan I sampai pada tindakan III, meningkat sebayak 14 orang  (31.82%).
Berdasarkan tabel 7 diatas aktivitas siswa dalam menyimak dari tindakan I sampai ke III mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil tindakan II, aktivitas siswa dalam menyimak mengalami peningkatan 5 orang (11.36%) dari tindakan I, pada tindakan ke III aktivitas siswa menyimak mengalami peningkatan berjumlah 4 orang (9.09%) di bandingkan dengan tindakan II, peningkatan aktivitas siswa dalam menyimak secara keseluruhan dari tindakan I sampai pada tindakan III, meningkat sebayak 9 orang  (20.45%).

Berdasarkan tabel 8 dan 9 tersebut diatas, skor yang diperoleh siswa dari tindakan I sampai pada tindakan III mengalami peningkatan. Pada tidakan I skor rata-rata siswa VII G SMP Negeri 5 Cilawu yaitu 4.70 point. Pada tindakan II yaitu 6.47 point. Pada tidakan III yaitu 7.52 point. Berdasarkan skor rata-rata siswa VII G SMP Negeri 5 Cilawu pada tindakan I dan II, peningkatan yang terjadi berarti 1.77 point sedangkan rata-rata kelas dari       tindakan II mengalami peningkatan pada tindakan III sebesar 1.05 point. Begitu juga dengan Daya Serap Klasikal (DSK) siswa mengalami peningkatan dari Tindakan I sampai Tindakan III. Seperti terlihat pada table 10 di bawah ini

Tabel  10     DSK Siswa dari Tindakan I – III 
Skor rata-rata Siswa
Tindakan I
Tindakan II
Tindakan III
27.27%
61.36%
86.36%

Berdasarkan table 10 di atas, terjadi peningkatan DSK dari Tindakan I ke Tindakan II sebesar 34.09% dan dari Tindakan II ke Tindakan III sebesar 25.00%. Karena tindakan III DSK siswa yang memperoleh nilai 65 keatas sudah diatas 85%, yaitu pada Tindakan III sebesar 86.84%, maka Tindakan III mengakhiri pembelajaran menggunakan model Objek Langsung.

4.3 Analis Hasil Penelitian.
4.3.1    Pengaruh Diterapkannya Model Objek Langsung Terhadap Aktivitas Siswa.
            Perubahan aktivitas siswa selama pembelajaran dapat dilihat kembali pada tabel  7. Aktivitas interaktif belajar siswa menunjukan pola interaktif yang aktif dan multi arah. Peneliti tidak lagi menjadi pusat informasi siswa tidak hanya menyimak penjelasan peneliti. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan baik dari guru maupun siswa lain. Aktivitas siswa dalam menyimak ditunjukan dengan cara mendengarkan dengan baik penjelasan dari peneliti mengenai materi yang telah dan sedang di bahas, serta cara-cara mengikuti pembelajaran menggunakan model Objek Langsung yang tidak dipahami. Aktivitas lain yang mengalami peningkatan selama penelitian ditunjukan siswa dengan menjawab dari pertanyaan yang dibuat siswa. Peneliti tidak mendominasi dalam menjawab pertanyaan siswa, tetapi dikembalikan pada siswa lain. Semua siswa diberi kesempatan menjawab pertanyaan peneliti dan temannya. Peneliti hanya menyimpulkan semua jawaban yang telah dikemukakan oleh siswa.
            Aktifitas lain yang telah ditunjukan siswa adalah menanggapi jawaban dari siswa lain, dan menyimak dengan baik jalannya proses pembelajaran, sesuai dengan langkah-langkah model Objek Langsung.

4.3.2    Pengaruh Diterapkannya Model Objek Langsung terhadap Hasil pengerjaan LKS Siswa.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dapat dilihat kembali pada      tabel 8, skor rata-rata hasil pengerjaan LKS siswa dari tindakan I sampai pada tindakan III mengalami peningkatan.
            Peningkatan skor pengerjaan LKS terjadi karena jalannya proses pembelajaran telah sesuai dengan model Objek Langsung, siswa aktif dan sunguh-sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran, mulai menuliskan suatu pertanyaan, menjawab pertanyaan yang dibuatnya, menanggapi jawaban siswa lain dan menyimak jalannya kegiatan pembelajaran. Menurut observer, Peneliti telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses pembelajaran mulai tindakan I sampai tindakan III.

4.3.3 Analisis Sikap Siswa Terhadap Penggunaan Model Objek Langsung
         Sikap siswa terhadap penggunaan model Objek Langsung, diketahui dari hasil isisan angket oleh siswa. Angket ini digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam menggunakan model pembelajaran Objek Langsung. Angket diedarkan pada siswa setelah selesai pelaksanaan keseluruhan tindakan. Banyaknya pertanyaan yang diajukan adalah 10. para siswa yang belajar dengan model pembelajaran Objek Langsung diminta pendapatnya tentang model pembelajaran tersebut dengan menentukan salah satu pilihan (ya, tidak) Yang sesuai dengan sikapnya untuk pernyataan-pernyataan yang diajukan. Hasil angket siswa dianalisis dengan menghitung persentase banyaknya jenis sikap untuk setiap pernyataan dan hasilnya dirangkum dalam tabel  11
Tabel  11.  Persentase Sikap Siswa untuk Tiap Pertanyaan
No
Pernyataan
Persentase
Ya
Tidak
1
Pembelajaran seperti ini meningkatkan minat saya dalam belajar Pendidikan Agama Islam
75.00
25.00
2
Model pembelajaran Objek Langsung menghamburkan waktu
18.18
81.82
3
Pembelajaran yang dilakukan membosankan
22.73

 77.27
4
Saya sulit memahami materi Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan pembelajaran Objek Langsung
22.73
77.27
5
Pembelajaran Objek Langsung meningkatkan keaktifan saya dalam belajar
93.18
6.82
6
Jika disuruh guru mencari contoh-contoh materi pelajaran, yang berhubungan dengan kehidupan     sehari-hari saya melakukan dengan senang hati
77.27
22.73
7
Pembelajaran Objek Langsung tidak berbeda dengan pembelajaran sebelumnya
6.82
93.18
8
Dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat membantu saya dalam mengatasi kesulitan menyelesaikan soal
77.27
22.73
9
Model pembelajaran ini memperkaya, memperdalam, serta memperluas pengetahuan saya
72.73
27.27
10
Saya senang jika guru mengadakan pembelajaran dengan model Objek Langsung yang ada hubungannya dengan pokok bahasan yang diajarkan
84.09
15.91
        
         Perhitungan persentase tiap pertanyaan angket diatas, dapat dipersentasekan sebagai berikut :
1)      Sebagian besar siswa menyatakan bahwa model pembelajaran Objek Langsung dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar Pendidikan Agama Islam.
2)      Pada umumnya siswa menyatakan bahwa model pembelajaran Objek Langsung tidak menghamburkan waktu.
3)      Pada umumnya siswa menyatakan bahwa model pembelajaran Objek Langsung tidak membosankan.
4)      Sebagian besar siswa mengatakan tidak sulit memahami materi Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan model pembelajaran Objek Langsung.
5)      Pada umumnya siswa mengatakan bahwa dengan pembelajaran yang dilakukan dapat meningkatkan keaktifannya.
6)      Sebagian besar siswa senang untuk mencari contoh-contoh materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
7)      Pada umumnya siswa menyatakan bahwa model pembelajaran Objek Langsung berbeda dari biasanya.
8)      Sebagian besar siswa menyatakan bahwa dengan model belajar ini dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan soal.
9)      Sebagian besar siswa menyatakan bahwa model pembelajaran ini memperkaya, memperdalam, dan memperluas pengetahuan siswa
10)  Pada umumnya siswa menyatakan bahwa siswa senang bila peneliti menggunakan pembelajaran dengan model pencapain konsep yang ada hubungannya dengan pokok bahasan yang diajarkan, pada saat memberikan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

5.1.      Kesimpulan
      Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :           
1)   Model Objek Langsung meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti  proses pembelajaran mulai dari tindakan I sampai tindakan III.    Keaktifan siswa terlihat dari aktivitas siswa selama  proses  pembelajaran berlangsung, dengan melakukan aktitas menuliskan pertanyaan, menjawab dari pertanyaan yang dibuatnya, menanggapi jawaban siswa lain, dan menyimak kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir 
2)   Model Objek Langsung dapat meningkatkan skor hasil belajar siswa, dari tindakan I sampai pada tindakan III. Pada tidakan I skor rata-rata siswa VIII B SMP Negeri 5 Cilawu yaitu 4.70 point. Pada tindakan II yaitu 6.47 point. Pada tidakan III yaitu 7.52 point. Berdasarkan skor rata-rata dari tindakan I ke tindakan II, mengalami peningkatan sebesar 1.77 point, sedangkan rata-rata kelas dari    tindakan II ke tindakan III mengalami peningkatan sebesar 1.05 point. Begitu juga dengan daya serap klasikal mengalami peningkatan, pada tindakan I sebesar 27.27%, pada tindakan II meningkat menjadi 61.36% dan pada tindakan III menjadi 86.36%.
3)   Aktifitas guru dalam menggunakan model Objek Langsung, telah berusaha meningkatkan minat, dan keaktifan setiap siswa supaya mengikuti pembelajaran dengan baik, dan berusaha meningkatkan hasil belajar siswa, walaupun menurut observer pada tindakan I dan II masih ada kekurangan. Namun pada akhirnya guru sudah menunjukkan perbaikan dan berusaha supaya setiap siswa aktif mengikuti proses pembelajaran, serta memberikan bimbingan dan arahan yang adil dan intensif pada setiap siswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran.        

5.2       Rekomendasi                                              
1)      Berdasarkan skor hasil pengerjaan LKS dan keaktifan siswa yang mengalami peningkatan dari tindakan I, ke tindakan II, dan akhirnya tindakan III. Maka hendaknya model pembelajaran ini dapat diterapkan di kelas lainnya, tidak hanya di IX. Sehingga peningkatan pembelajaran dapat terjadi secara menyeluruh
2)   Bagi guru lain yang mengajar Pendidikan Agama Islam , model Objek Langsung bisa dijadikan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa.
3)   Untuk pembelajaran dengan menggunakan siklus belajar, bagi peneliti selanjutnya diusahakan ada dokumentasi rekaman video saat pembelajaran berlangsung sehingga dengan dokumentasi tersebut, kita bisa lebih mengetahui lebih jelas sejauh mana penerapan kegiatan model belajar Objek Langsung dalam model siklus belajar, kelemahan-kelemahan serta tindakan-tindakan apa yang harus diperbaiki.

F. DAFTAR  PUSTAKA
1.        Aqib, Zaenal. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Krama Widya.
2.        Depdiknas. 2003. UU RI No. 20 tentang Sisdiknas. Jakarta : Depdiknas
3.        Depdiknas. 2006. UU RI No. 14 tentang Guru dan Dosen. Jakarta : Depdiknas
4.        Depdiknas. 2007. Petunjuk Teknis Penelitian Tindakan Sekolah. Jakarta : Depdiknas
5.        Depdiknas. 2007. Pedoman Penelitian Tindakan Sekolah. Jakarta : Depdiknas
6.        Haryono, Rudi, Mahmud Mahyong. 2000. Kamus umum Indonesia -Inggris. Jakarta : Cipta Media.
7.        Suardi Hamid, Edy, DKK. 2003. Membangun Profesionalisme Muhammadiyah. Jogjakara: LPTP
8.        Sudjana, Nana. 2008. Supervisi Akademik. Jakarta : Binamitra Publishing.
9.        -------. 2008. Penelitian Tindakan Kepengawasan, Jakarta : Binamitra Publishing.
10.    Sukmadinata, Nana Saodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosda Karya
11.    Wiriaatmadja, Rochyati . 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Rosda Karya