MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENULIS PUISI
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN OBJEK LANGSUNG
(Penelitian Tindakan di Kelas VII SMPN 5 Cilawu Garut)
Oleh
MGMP Bahasa Sunda SMP Kabupaten Garut
(mgmpsmpgarut.blogspot.com)
MGMP
Bahasa Sunda SMP Kabupaten Garut. 2012. Meningkatkan Kemampuan siswa dalam menulis puisi
melalui model pembelajaran objek langsung. Penelitian Tindakan di Kelas VIII B
SMPN 5 Cilawu Garut
1. PENDAHULUAN
Tujuan pembelajaran sastra adalah agar siswa mendapat
pengalaman dan pengetahuan tentang sastra. Pada jenjang pendidikan dasar,
pengalaman bersastra harus lebih diutamakan daripada pengetahuan tentang
sastra. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusyana (1982:6) yang mengatakan bahwa
tujuan untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang sastra sama
pentingnya, tetapi untuk tingkat sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama,
tujuan memperoleh pengalaman itu harus diutamakan.
Selanjutnya Rusyana (1982:6) mengatakan, jika anak
telah berhasil memperoleh pengalaman, kemudian ia akan terdorong untuk
mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pengalamannya itu. Berdasarkan
pengalamannya itu, siswa akan menyimpulkan sendiri berbagai pengetahuan tentang
sastra.
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut
Iskandarwassid (2004:4) pengetahuan tentang sastra bukan tidak penting, tetapi
difungsikan secara aplikatif menjadi pengetahuan siap. Bahkan dalam
pelaksanaannya pengetahuan tentang sastra itu bisa disimpulkan atau ditemukan
sendiri berdasrkan hasil pengalaman membaca karya sastra (induktif).
Pengetahuan siswa tentang sastra harus diperoleh dari
pengalaman mengapresiasi sastra. Jadi, pengalaman bersastra menjadi dasar untuk
memperoleh pengatahuan sastra. Pembelajaran sastra harus dimulai dari kegiatan
yang mengarah kepada pengalaman bersastra. Dari pengalaman inilah siswa akan
memperoleh pengetahuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman,
biasanya relatif akan terus diingat daripada pengetahuan yang langsung
diberikan oleh guru. Oleh karena itu, wajar apabila dikatakan bahwa pengalaman
adalah guru yang lebih baik. Begitu pula dalam pembelajaran sastra. Pengalaman
mengapresiasilah yang harus didahulukan. Dalam kitannya dengan pengalaman ini,
peran guru lebih banyak sebagai fasilitator daripada sebagai sumber informasi.
Selian itu, agar siswa benar-benar mempeoleh pengalaman bersastra, guru harus
terampil mengarahkannya melalui pertanyaan-pertanyaan stimulus berkaitan dengan
hasil karya sastra yang sedang diapresiasi.
Menurut Rusyana (1982:7-8) kegiatan untuk memperoleh
pengalaman bersastra di antaranya apresiasi dan berekpresi sastra. Kegiatan
mengapresiasi sastra meliputi mendengarkan hasil sastra, menonton hasil sastra,
dan membaca hasil sastra. Genre sastra yang bisa diperdengarkan adalah puisi,
cerita pendek, dongeng, drama, dan kutipan novel. Genre sastra yang bisa
ditonton adalah pementasan drama. Sementara itu jenis sastra yang bisa dibaca
adalah puisi, cerita pendek, drama, dan novel.
Kegiatan untuk memperoleh kemampuan berekpresi sastra
meliputi melisankan hasil sastra dan menulis karya sastra. Kegiatan melisankan
karya sastra di antaranya bercerita, berdeklamasi, dan membaca nyaring.
Kegiatan menulis karya sastra yang bisa dilakukan
siswa adalah menulis puisi, menus cerita pendek, menulis dongeng, menulis
dialog, dan menulis drama pendek.
Kaitannya dengan menulis puisi, perlu dicarikan model
pembelajarannya yang efektif. Hal ini mengingat menulis puisi dianggap kegiatan
yang sulit, karena diperlukan berbagai keterampilan khusus. Salah satu
keterampilan yang harus dimiliki yaitu keterampilan pemilihan kata (diksi). Di
samping keterampilan lain seperti nada, perasaan, dan bunyi (Sayuti, 1985:24).
Banyak model pembelajaran menulis
puisi yang telah dikembangkan oleh para ahli. Taufik Ismail dengan MMAS-nya.
(membaca, menulis, dan apresiasi sastra). Melalui MMAS-nya Taufik Ismail sudah
mengembangkan 14 model menulis puisi. Keempat belas model itu adalah keinginan,
bunyi, alam, mimpi, pantasi tak masuk akal, metapor, menjelma hewan, menjelma
benda, akrostik, asonansi, aliterasi, rima, puisi gambar atau piktogram,
permainan kata, dan latar pendengaran musik.
Berdasarkan uraian di atas, penulis
mencoba mengembangkan model pembelajaran menulis puisi berdasarkan objek
langsung. Model ini sejalan dengan model alam yang dikembangkan Taufik Ismail.
Perbedaannya terletak pada teknis pelaksanaannya. Pada model objek langsung,
siswa dibawa ke luar kelas untuk melihat alam atau benda apa saja, kemudian
berdasarkan pengamatan dan imajinasinya kemudian ditulis dalam bentuk puisi.
Sementara itu model alam, pelaksanaannya bisa di luar atau di dalam kelas.
Permasalahan itu penulis tuangkan
dalam bentuk penelitian tindakan kelas yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Mengarang Puisi Melalui Model Pembelajaran Berdasarkan Objek
Langsung (Penelitian Tindakan di Kelas VIII B SMPN 5 Cialwu, Garut Tahun
Pelajaran 2010-2011)
Mengingat luasnya masalah yang akan diteliti, maka
penulis memandang perlu untuk membatasi masalah. Masalah dalam penelitian ini
hanya membahas hal-hal sebagai berikut.
1. Kemampuan siswa kelas VIII B SMPN 5 Cilawu Garut tahun
pelajaran 2010-2011 dalam membuat puisi berdasarkan objek langsung. Jenis
puisinya adalah puisi yang berhubungan dengan keindahan alam berdasarkan hasil
pengamatan siswa di luar kelas.
2. Penerapan model objek langsung dalam pembelajaran
menulis puisi pada siswa kelas VIII B SMPN 5 Cilawu, Garut tahun pelajaran 2010-2011.
Berdasarkan
latar belakang dan batasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini
dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1. Apakah penerapan model pembelajaran objek langsung
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, dalam menyusun puisi di SMP Negeri
5 Cilawu Garut?
2.
Apakah penerapan
model pembelajaran objek langsung
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyusun puisi di kelas VIII B SMP
Negeri 5 Cilawu, Garut ?
3.
Bagaimanakah
sikap siswa kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu terhadap model pembelajaran objek
langsung yang diterapkan?
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian
ini sebagai berikut.
1. Ingin mengetahui peningkatan aktivitas siswa kelas
VIII B SMP Negeri 5 Cilawu, Garut dalam belajar menyusun puisi yang menggunakan
model pembelajaran objek langsung.
2. Ingin mengetahui peningkatan kemampuan (hasil) siswa
kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu, Garut dalam
menyusun puisi setelah digunakannya model pembelajaran objek langsung.
3. Ingin mengetahui sikap siswa kelas VIII G SMP Negeri 5
Cilawu, Garut terhadap model pembelajaran objek langsung yang diterapkan guru
dalam belajar menyusun puisi.
Manfaat hasil penelitian ini bagi penulis adalah
sebagai bahan informasi dan gambaran tentang kemampuan menulis puisi siswa
kelas VIII B SMPN 5 Cilawu, Garut tahun palajaran 2010-2011. Dari informasi ini
bisa dijadikan bahan dalam hal merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
hasil pembelajaran yang selama ini peneliti lakukan.
Hasil penelitian ini dapat juga dimanfaatkan oleh guru
sebagai bahan perbandingan dalam pembelajaran menulis puisi. Selain itu hasil
penelitian ini dapat juga dijadikan landasan teoretis dalam pembelajaran sastra
pada umumnya. Oleh karena itu, pengetahuan guru tentang model pembelajaran
sastra akan bertambah.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam menulis puisi. Dengan demikian,
siswa akan berminat dalam menulis puisi. Selain itu, hasil penelitian ini akan
berpengaruh kepada kehidupan sastra di sekolah, terutama dalam mengekpresikan
gagasannya melalui tulisan. Siswa juga akan terpancing untuk mencoba menulis
karya sastra jenis yang lain.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil
pembelajaran menulis puisi sebelum dan sesudah menggunakan teknik objek
langsung pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Cilawu Garut tahun pelajaran 2010-2011.
2. LANDASAN TEORETIS
Di dalam ilmu pendidikan dikenal istilah pengajaran
dan pembelajaran. Istilah pengajaran sudah lama kita gunakan sebagai istilah
yang merujuk kepada pengertian bahwa guru sebagai pemberi materi pelajaran.
Sementara itu siswa dianggap sebagai objek yang menerima pelajaran. Proses
pengolahan pesan dalam pengajaran hanya terjadi satu arah, yaitu dari guru
kepada siswa. Dalam hal ini gurulah yang aktif bukan siswa. Siswa menerima
begitu saja berbagai informasi yang diberikan oleh guru.
Sesuai dengan perkembangan ilmu
pendidikan, istilah pengajaran sudah jarang digunakan lagi. Yang banyak
digunakan yaitu istilah pembelajaran. Pembelajaran lebih mengarah kepada
bagaimana memberdayakan siswa agar belajar. Guru harus berupaya mempasilitasi
agar siswa belajar. Di dalam istilah pembelajaran posisi guru tidak hanya
sebagai pemberi materi pelajaran, tetapi peran guru lebih banyak membimbing,
memotivasi, dan memfasilitasi agar siswa mau belajar. Guru bukan satu-satunya
sebagai sumber informasi, tetapi semua yang terlibat dalam pembelajaran bias
dijadikan sebagai sumber informasi. Dalam kondisi seperti itu, siswa berperan
sebagai subjek belajar. Komunikasinya juga tidak hanya satu arah, tetapi multi
arah. Guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan guru dengan guru. Oleh karena
itu, dalam istilah pemebalajaran akan tejadi saling membelajarkan. Bahkan
menurut konsep pembelajaran, antar siswa akan terjadi saling membelajarkan
(pembelajaran teman sebaya).
Konsep
pembelajaran lebih mengarah kepada suatu proses yang dilakukan siswa
bersama-sama guru dalam memahami materi pelajaran. Inti dalam pembelajaran
adalah siswa belajar. Jadi, yang lebih banyak aktif adalah siswa bukan guru.
Guru harus mampu membuat atau menciptakan kondisi agar siswa mau belajar.
Uraian di atas sejalan dengan pendapat Wahyudi
(2004:4) sebagai berikut.
Istilah pengajaran yang mempunyai makna proses,
cara, perbuatan mengajar atau mengajarkan; perihal mengajar, segala sesuatu
mengenai mengajar belakangan ini sudah tidak populer lagi dalam dunia pendidikan
di Indonesia. Yang kini lebih populer dan biasa diucapkan adalah istilah
pembelajaran sejalan dengan semangat perubahan yang terjadi. Pengajaran banyak
dianggap sebagai kurang tepat karena di dalamnya terkesan mengandung pengertian
bahwa hanya pihak guru yang berperan aktif, sementara siswa atau peserta didik
menerima saja apa-apa yang dicekokkan oleh sang guru. Sedangkan pembelajaran
lebih dipilih dan dipergunakan secara formal karena di dalam kata ini aktivitas
yang terjadi adalah seimbang antara pihak guru dan anak didiknya; mereka
sama-sama aktif dan diharapkan juga sama-sama kreatif
Adanya
perubahan dari konsep pengajaran menjadi pembelajaran tersebut, tidak lepas
dari tuntutan kurikulum sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin kompleks.
Melalui konsep pembelajaran diharapkan siswa lebih kreatif, percaya diri, dan
bertanggung jawab. Selain itu, guru pun harus memposisikan diri sebagai:
pembimbing, fasilitator, dan pengarah, sehingga proses belajar terjadi.
Menurut Jamaluddin (2003:13-16) ada delapan ciri
pembelajaran:
1.
adanya tujuan
yang dicapai;
2. adanya prosedur yang direncanakan untuk mencapai
tujuan yang telah dirumuskan;
3.
adanya materi pelajaran tertentu yang menjadi bahan
garapan dalam proses pembelajaran;
4. adanya aktivitas para pembelajar sebagai subjek didik;
5. adanya aktivitas guru selaku perencana dan pengelola
kegiatan pembelajaran;
6. adanya kedisiplinan dalam kegiatan pembelajaran;
7.
adanya batas waktu kegiatan pembelajaran;
8. adanya pelaksanaan evaluasi sebagai sarana untuk
mengukur keberhasilan tujuan dan proses pembelajaran yang sedang atau telah
dilaksanakan.
Seiring dengan diberlakukannya kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), pembelajaran
kontekstual dewasa ini sedang dikembangkan di sekolah-sekolah di Indonesia.
Salah satu model yang bisa diandalkan untuk pembelajaran kontekstual yaitu
model objek langsung. Oleh karena itu,
fokus dalam penelitian ini adalah model objek langsung, yang dalam proses pelaksanaannya
erat kaitannya dengan pembelajaran contextual teaching and learning
(CTL).
Model-model pembelajaran itu banyak jumlahnya. Model pembelajaran yang
banyak itu menurut Dahlan (1984:24) dapat dikelompokkan ke dalam empat rumpun
model, yaitu model pemrosesan informasi, model pribadi, model interaksi sosial,
dan model perilaku. Tiap rumpun model ini memiliki orientasi dan cara belajar
siswa yang berbeda-beda.
Rumpun model pemrosesan informasi
terdiri atas model mengajar yang menjelaskan bagaimana cara individu memberi
respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data,
memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta
penggunaan symbol-simbol verbal dan non verbal.
Di antara model yang termasuk rumpun
ini dijumpai pula model yang menitikberatkan perhatiannya kepada proses siswa
memecahkan masalah, ada pula model yang mengutamakan kecakapan intelektual
umum. Kadang kala dijumpai pula model yang menonjolkan interaksi sosial dan
hubungan antar pribadi serta perkembangan kepribadian murid yang terintegrasi
dan fungsional.
Rumpun model mengajar pribadi
terdiri atas model mengajar yang berorientasi kepada perkembangan diri
individu. Menurut Dahlan (1984:24) penekanan rumpun model pribadi lebih
diutamakan pada proses yang membantu individu dalam membentuk dan
mengorganisasikan realita yang unik. Model ini lebih memperhatikan kehidupan
emosional siswa. Dengan demikian usaha pengajaran lebih bersifat menolong siswa
dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Siswa, dengan
model mengajar ini diharapkan dapat melihat diri mereka sebagai pribadi yang
berada dalam suatu kelompok dan cukup mempunyai kecakapan. Dengan demikian mereka
dapat menghasilkan hubungan inter personal yang cukup kaya.
Rumpun model mengajar interaksi sosial ini
mengutamakan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain dan memusatkan
perhatiannya kepada proses nyatada dipandang suatu negoisasi sosial.
Penekanan model mengajar ini pada
usaha agar siswa terampil mengadakan hubungan sosial dengan orang lain. Siswa
diharapakan bisa hidup lebih demokratis dan dapat menyesuaikan diri dengan
kehidupan di masyarakat sehingga bisa bekerja lebih produktif.
Rumpun model perilaku ini dibangun
atas dasar teori yang umum, yaitu kerangka teori perilaku. Salah satu cirri
dari rumpun model mengajar ini adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas
belajar kepada sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan. Menurut model
in belajar tidak dipandang sebagai sesuatu yang menyeluruh, akan tetapi
diuraikan dalam langkah-langkah yang kongkrit dan dapat diamati. Mengajar tidak
lebih dari mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa dan perubahan
ini harus yang dapat diamati.
Berdasarkan uraian di atas, model
objek langsung dalam pembelajaran membuat puisi termasuk ke dalam rumpun model
pemrosesan informasi.
Sebelum
penulis membahas tentang model obejek langsung, di bawah ini akan dikemukan
pengertian model mengajar.
Model
adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum,
mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam
situasi pangajaran maupun situasi lainnya.
Pengertian
di atas sejalan dengan pendapat Dahlan (1990:21) yang menyatakan bahwa model
mengajar dapat diartikan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun
kurikulum, mengatur materi pengajaran dan memberi pentunjuk kepada pengajar di
kelas dalam setting pengajaran dan setting lainnya.
Berdasarkan
pengertian di atas, sebuah model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas,
mengatur materi pengajaran, juga dalam menyusun kurikulum.
Objek langsung adalah suatu model pembelajaran yang
dalam pelaksanaannya siswa langsung dibawa ke tempat yang telah ditentukan. Di
tempat itu siswa langsung melihat, merasakan, mendengarkan, dan penginderaan
yang lainnya sesuatu yang ada di tempat itu untuk dijadikan bahan menulis
puisi.
Jadi, objek langsung dapat diartikan pembelajaran yang
langsung dilakukan di tempat yang dijadikan objek. Misalnya objek itu berkenaan
dengan lingkungan hidup, keindahan alam, keramaian di kota besar, sibuknya
pegawai POS melayani pengunjung, dan sebagainya. Apabila siswa ingin mengetahui
tentang hal itu, maka siswa yang bersangkutan harus dibawa ke objeknya secara
langsung.
Berdasarkan pengertian model dan objek langsung yang
telah dikemukakan di atas, model objek langsung dapat diartikan sebagai
berikut.
Model objek langsung adalah suatu
pola pembelajaran yang dalam pelaksanaannya tidak dilakukan di ruangan kelas,
tetapi siswa diajak untuk keluar kelas melihat objek yang sesuai dengan materi
pelajaran yang sudah ditentukan. Melalui model ini, imajinasi siswa akan lebih
terangsang dan pembelajaran akan berjalan dalam situasi yang menyenangkan.
Tujuan pembelajaran menulis puisi berdasarkan objek
langsung adalah agar siswa mampu mengidentifikasi berbagai hal yang ada pada
objek itu sebagai bahan dalam menulis puisi. Dengan demikian objek langsung
sebagai alat bantu dalam menulis puisi yang baik.
Langkah-langkah pembelajarannya tetap mengacu kepada
langkah-langkah pembelajaran secara umum, yaitu kegiatan pembuka, kegiatan
inti, dan kegiatan penutup.
Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah
pembelajaran menulis puisi yang menggunakan model objek langsung menurut Suyatno
(2004:83) sebagai berikut.
a. Guru menyampaikan pengantar.
b. Guru menjelaskan teknis pembelajaran menulis puisi
berdasarkan objek langsung.
c. Siswa dibawa ke luar kelas untuk melihat objek
langsung berkenaan dengan keindahan alam.
d. Siswa mengindentifikasi berbagai hal yang ada pada
objek tersebut.
e. Siswa merenungkan sesuatu yang telah diidentifikasi.
f. Siswa menulis puisi berdasarkan objek yang telah
melalui perenungan dan pengimajinasian.
g. Siswa membacakan puisi yang telah ditulisnya.
h. Siswa yang lain mengomentarinya.
i.
Memperbaiki,
melengkapi, dan menilai puisi yang dibacakan oleh siswa.
j.
Guru merefleksi
kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan
Berdasarkan pengertian model objek langsung dan
pelaksanaannya dalam pembelajaran, keunggulan model objek langsung sebagai
berkut.
a. Melatih ketajaman para siswa dalam penginderaan objek
yang akan dijadikan bahan menulis puisi.
b.
Situasi belajar tidak membuat siswa merasa jenuh.
c.
Dapat membantu siswa dalam menulis puisi.
d.
Siswa akan merasa bebas dalam mengekpresikan gagasannya
melalui puisi.
e.
Akan meningkatkan gairah belajar bagi siswa dan gairah
mengajar bagi guru.
f.
Dapat menjalin hubungan yang lebih akrab, baik siswa
dengan guru itu sendiri, maupun siswa dengan siswa.
Selain keunggulan, yang telah dikemukakan di atas,
model objek langsung memiliki kelemahan sebagai berikut.
a. Memerlukan waktu yang banyak.
b.
Diperlukan pengawasan yang ekstra dari guru..
c.
Pembelajaran bisa saja tidak terpokus kepada tujuan
menulis puisi, tetapi siswa malah asik melihat pemandangan atau keadaan alam
lainnya.
d.
Memerlukan bimbingan yang banyak dari guru, karena
pembelajaran di luar kelas biasanya relatif bebas daripada di dalam kelas.
Istilah sastra sering ditemukan
dalam konteks pernyataan yang berbeda-beda. Hal ini karena sastra tidak hanya
merujuk kepada satu fenomena yang ada di masyarakat. Sastra memiliki arti yang
luas meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita bisa berbicara sastra
secara umum, tanpa memperhatikan budaya, suku, maupun bangsa. Sastra dipandang
sesuatu yang dihasilkan dan dinikmati. Kita juga bisa berbicara sastra
berdasarkan ciri-ciri khusus bangsa atau kelompok masyarakat. Misalnya sastra
Indonesia, sastra Sunda, sastra Jawa, dan sebagainya.
Menurut
Rahmanto (1988:10) kita juga bisa berbicara sastra sebagai suatu wacana atau
literatur bidang-bidang tertentu. Misalnya literatur pembuatan kapal, literatur
perkembangan anak, literatur ilmu bahasa, dan lain-lain.
Melihat
begitu luasnya penggunaan istilah sastra, maka sastra yang hubungannya dengan
karya seni perlu dibatasi lebih jelas. Sastra merupakan hasil budaya tidak
lepas dari kreasi penciptanya yang cenderung dinamis, selalu memberi
kemungkinan untuk berubah.
Berikut ini pendapat para ahli
tentang batasan sastra. Menurut Rusyana (1982:4) sastra adalah karangan rekaan
(fiksi), hasil cipta seseorang sebagai ungkapan penghayatannya ke dalam wujud
bahasa. Sementara itu Wellek (1990:3) mengemukakan bahwa sastra adalah suatu
kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Pengertian sastra bersifat relatif. Hal
ini tergantung pada fenomena yang dirujuknya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Teeuw (1982:9) sebagai berikut.
Yang disebut sastra dalam suatu
masyarakat belum tentu diakui sastra oleh masyarakat lain. Jadi, jawaban
pertanyaan apakah sastra? Pertama-tama tergantung dari konvensi sosio budaya
yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Itulah factor utama mengapa memberikan
definisi sastra yang universal tidak mungkin, barangkali tidak pernah akan
mungkin. Objek peneelitian yang kita sebut sastra adalah objek yang dinamikanya
ditentukan oleh syarat-syarat dan norma-norma kemasyarakatan yeng berbeda-beda.
Selanjutnya
Teeuw (1982:9) menyatakan bahwa dalam pendekatan modern sastra dan karya sastra
pertama-tama ingin dipertahankan dalam hakikatnya yang paling mendasar, yaitu
sebagai sebagai tindak komunikasi tempat segala faktor yang ikut memainkan
peranan dalam komunikasi harus diperhitungkan dan diberikan tempat yang
selayaknya.
Sebagai
suatu tindak komunikasi, karya sastra adalah suatu bentuk komunikasi yang khas
pesapa dapat hadir, dapat juga tidak hadir, dapat seorang atau lebih. Terutama,
bila karya sastra itu tertulis (Hidayati, 2000:2).
Berdasarkan
uraian di atas, Sudjiman (1993:7) mengemukakan bahwa sastra adalah wacana khas
yang di dalam ekspresinya menggunakan bahasa dengan memanfaatkan segala
kemungkinan yang tersedia.
Sementara
itu Aminuddin (1990:112) menjelaskan bahwa karya sastra adalah gejala
komunikasi khas berupa teks susastra yang mengandung unsure semantis dan unsur
artistic tertentu. Sebagai gejala komunikasi khas, karya sastra bertalian
dengan penutur, teks susastra, unsur semantic, unsure artistik, dan penanggap.
Lebih
jelasnya Teeuw (1991:3-4) mengemukakan tiga ciri khas sastra sebagai berikut.
1. Teks sastra merupakan
keseluruhan yang berhingga, yang tertutup, yang
batasnya (awal dan akhirnya) diberikan
dengan kebulatan makna.
Malahan teks itu sendiri merupakan pandangan dunia yang
koheren,
bulat.
2. Dalam teks sastra ungkapan itu
sendiri penting, diberi makna,
disemantiskan segala aspeknya; barang buangan
dalam pemakaian
bahasa sehari-hari, “sampah bahasa” (bunyi,
irama, urutan kata dan
lain-lain) yang dalam percakapan begitu
dipakai begitu terbuang (asal
komunikasi
telah berhasil), dalam karya sastra tetap berfungsi,
bermakna, malahan
semuanya dimaknakan dan dipertahankan
maknanya.
3. Dalam menampilkan ungkapan itu karya sastra pada
satu pihak terikat
pada konvensi, tetapi di
pihak lain ada kelonggaran dan kebebasan
untuk mempermainkan konvensi itu, untuk
memanfaatkannya secara
individual, malahan untuk menentangnya
walaupun dalam penentangan
itupun
pengarang masih terikat.
Istilah
apresiasi erat kaitannya dengan pemahaman para pembaca terhadap hasil karya
sastra. Menurut Purwo (1991:58) kata apresiasi mengandung arti tanggapan
sensitif terhadap sesuatu ataupun pemahaman sensitif terhadap sesuatu. Dengan
demikian maka apresiasi sastra berarti tanggapan ataupun pemahaman sensitif
terhadap karya sastra.
Sensitif
mengandung arti kepekaan. Kepekaan tersebut menyangkut tanggapan afektif
seseorang terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra.
Kalau
kita melihat asal-usulnya, istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio
yang berarti mengindahkan atau menghargai. Dalam konteks yang luas menurut Gove
dalam Aminuddin (1995:34) istilah apresiasi mengandung makna (1) pengenalan
melalui perasaan atau kepekaan batin dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap
nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Menurut
Rusyana (1984:322) apresiasi merupakan jawaban seseorang yang sudah matang dan
sudah berkembang kearah nilai yang lebih tinggi, sehingga ia siap untuk melihat
dan mengenal nilai dengan tepat dan menjawab dengan hangat dan simpati.
Selanjutnya
Effendi (1990:33) mengemukakan bahwa apresiasi sastra adalah proses komunikasi
kreatif dua arah, antara seseorang dengan sastrawan melalui karya sastra. Dalam
proses itu seseorang berusaha memahami, menafsirkan, dan menanggapi apa yang
tersurat dan tersirat dalam karya sastra serta mencitrakannya demikian rupa
sehingga memperoleh kenikmatan yang bermanfaat bagi kehidupan.
Sebagai
suatu proses menurut Squire dan Taba dalam Aminuddin (1995:34) apresiasi
melibatkan tiga unsur inti, yaitu aspek kognitif, aspek emotif, aspek
evaluatif.
Aspek
kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami
unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif.
Aspek
emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam upaya menghayati
unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Unsur emosi sangat
berperan dalam mehami unsur-unsur yang bersifat subjektif.
Aspek
evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik-buruk,
indah tidak indah, sesuai tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang
tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup
dimiliki oleh pembaca.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat dikatakan bahwa apresiasi adalah proses komunikasi
dengan sastrawan melalui karyanya, yang di dalam komunikasi itu terjadi:
penilaian, pertimbangan, pengenalan, pemahaman, dan penghargaan secara kritis
yang sudah matang dan sudah berkembang ke arah nilai yang lebih tinggi,
sehingga ia siap untuk melihat dan mengenal nilai dengan tepat, dan menjawabnya
dengan hangat dan penuh simpati.
Menurut Tarigan (1986:9) puisi
mengandung suatu makna keseluruhan. Makna puisi dapat dipahami dari struktur batin atau
hakikat puisi. Lebih lanjut Tarigan mengemukakan bahwa struktur batin atau
hakikat puisi ini sebagai catur tunggal, karena satu dengan yang lainnya sangat
erat hubungannya dan saling menentukan keharmonisan keberhasilan makna puisi
itu.
Berdasarkan uraian di atas,
hakikat puisi adalah untuk menggantikan struktur batin atau isi puisi dan
metode puisi untuk menggantikan struktur fisik puisi.
Hakikat puisi adalah unsur yang
terkandung di dalam puisi, yang hanya dapat dirasakan oleh pembaca dan yang
memiliki tingkat imajinasi yang tinggi, sedangkan metode puisi merupakan bentuk
dari cara penyajian puisi dengan menggunakan bahasa indah. Antara hakikat dan
metode puisi tidak bisa dipisahkan karena keduanya saling mendukung
(Tarigan,1986:12)
Banyak definisi puisi yang telah
dikemukan oleh para ahli. Definisi itu kadang-kadang tidak mewakili puisi yang
semakin hari semakin berkembang. Umpamanya definisi lama yang menyatakan bahwa
puisi adalah karangan yang terikat oleh baris, bait, irama, dan rima. Definisi
ini sudah tidak sesuai lagi kalau diterapkan pada puisi modern yang cenderung
bebas, tidak terikat oleh yang disebutkan tadi.
Puisi adalah hasil tulisan
manusia, manusia berusaha mengutarakan
pengalaman, yang berupa rasa cinta, rasa benci, harapan, keputusasaan,
kemenangan, penyesalan, duka cita, gembira, dan sebagainya ke dalam bentuk
tulisan. Tentu
saja dalam pengungkapan ke dalam bentuk puisi akan berbeda dengan ke dalam
bentuk prosa.
Pengungkapan ke dalam bentuk
puisi akan sangat padat, karena pemilihan kata dalam puisi mengandung berbagai
tapsiran. Berbeda dengan bentuk prosa
yang cenderung sangat longgar. Kata-kata yang dipilih dalam prosa banyak
mengandung arti denotatif dan tidak menimbulkan banyak tapsir. Hal inilah yang
membuat sulit dalam memahami sebuah puisi.
Di dalam tataran apresiasi puisi,
rumusan pengertian puisi tidak begitu penting, tetapi yang paling penting
adalah bagaimana puisi itu bisa dinikmati dan dipahami isinya. Namun untuk
keperluan akademis teramsuk penulisan skripsi ini pengertian puisi menjadi hal
yang penting, karena sebagai landasan ketika kita mempelajari struktur puisi
lebih mendalam lagi.
Berikut ini dikemukakan beberapa
pengertian puisi menurut beberap ahli. Menurut Tarigan (1984:4) puisi berasal
dari kata poet, bahasa Yunani yang berarti membuat, mencipta. Di dalam bahasa
Inggris kata poet disebut maker.
Kata poet di dalam bahasa Yunani berarti orang yang mencipta melalui
imajinasinya, orang yang hamper-hampir menyerupai dewa atau amat suka kepada
dewa-dewa.
Berkaitan dengan uraian di atas,
Aminuddin (2003:134) berpendapat sebagai berikut.
Secara etimologi, istilah puisi
berasal dari bahasa Yunani poemi yang berarti membuat atau poeisis yang
berarti pembuatan, dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry.
Puisi diartikan membuat atau pembuatan, karena lewat puisi pada dasarnya
seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan
atau gambaran Susana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah.
Sementara itu Hudson dalam
Aminuddin (2003:135) mengemukakan bahwa puisi adalah salah satu cabang sastra
yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan
imajinasi seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam
menggambarkan gagasan pelukisnya.
Selanjutnya Rusyana (1982:27)
mengemukakan bahwa puisi adalah karangan rekaan hasil cipta seseorang sebagai
ungkapan penghayatan ke dalam wujud bahasa. Menurut Yassin (1953:54)
mengemukakan bahwa puisi adalah pengucapan dengan perasaan. Di dalam pengertian
ini perasaan Yassin lebih menekankan pada perasaan yang sulit dipisahkan dengan
pikiran. Ahli lain seperti Yunus (1985:40) menjelaskan bahwa puisi adalah hasil
pengungkapan kembali segala peristiwa atau kejadian yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari.
Sejalan dengan pendapat di atas,
menurut Situmorang (1981:10) puisi adalah ekspresi pengalaman imajinatif yang
hanya bernilai dan berlaku dalam ucapan dan pernyataan yang bersifat
kemasyarakatan, diutarakan dengan bahasa yang mempergunakan rencana yang matang
serta bermanfaat. Sementara itu Waluyo (1991: 25) berpendapat bahwa puisi
adalah bentuk karya sastra yang mengungkapakan pikiran dan perasaan penyair
secara struktur fisik dan batin.
Berdasarkan batasan-batasan puisi
di atas, dapat dikemukakan bahwa ciri-ciri puisi itu sebagai barikut.
a. Hasil pengekspresian perasaan.
b. Bersifat imajiner terhadap kehidupan manusia.
c. Mengacu kepada pengalaman kehidupan.
d. Mempergunakan bahasa.
e. Mempergunakan pilihan bunyi, irama, kata, dan kalimat
yang selektif.
f. Memperhatikan unsur keindahan dan kemerduan bunyi.
g. Menyampaikan pesan kepada pembaca.
h. Mengandung tema tertentu.
i.
Mengandung kata-kata yang bermakna konotatif.
j.
Kata-kata yang digunakan mengandung bantak tafsir.
Sebuah puisi dibangun oleh dua unsur pokok, yaitu
struktur fisik dan struktur batin. Di dalam struktur batin yang diungkapkan itu
adalah wujud pernyataan batin penyair. Struktur fisik puisi adalah media untuk
mengungkapkan struktur batin puisi. Dengan kata lain media yang digunakan
penyair untuk mengungkapkan makna yang hendak disampaikannya.
Menurut Tarigan (1986:9)
puisi mengandung suatu makna keseluruhan. Makna puisi dapat dipahami dalam
struktur batin atau hakikat puisi.
Hakikat
puisi itu mengandung empat unsur, yaitu: tema penyair (sense), perasaan
penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat
(intention).
Sementara
itu metode puisi terdiri atas: diksi, pengimajinasian, kata kongkret, majas
atau bahasa figurative, ritme dan rima.
Proses kreatif pada dasarnya sama dengan proses kreatif
pada karya-karya seni lainnya. Di dalam proses kreatif, manusia berusaha
membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada. Orang yang kreatif akan
selalu mencari ide atau gagasan, kemudian gagasan itu dituangkan dalam bentuk
puisi.
Di dalam proses kreatif bukan hasil yang dipentingkan,
tetapi sebuah proses yang terus menerus untuk menghasilkan sebuah karya yang
lebih baik dan berbeda dengan karya-karya yang lain.
Sebuah puisi kalau tanpa proses yang bagus, hanya
diciptakan asal-asalan, hasilnya tidak akan baik. Melalui proses akan ditemukan
bentuk penulisan puisi yang lebih baik. Proses harus dianggap pengalaman yang
berharga dalam menghasilkan sebuah puisi.
Proses penulisan puisi pada dasarnya sama dengan
proses penulisan karya sastra yang lainnya, yaitu dimulai dari pengalaman yang
diolah oleh penyair kemudian dituangkan memakai media bahasa ke dalam bentuk
Puisi. Jadi, perbedaannya hanya pada bentuknya saja.
Proses penulisan puisi menurut Endraswara
(2003:220-223) harus menempuh tiga tahapan, yaitu penginderaan, perenungan /
pengendapan, dan memainkan kata.
Penginderaan sudah biasa dilakukan oleh setiap
manusia, termasuk semua siswa bisa melakukannya. Penginderaan butuh latihan
yang berulang-ulang. Setiap manusia
sejak lahir bisa mendengar, kemudian berpuisi dalam bentuk tangisan. Tangisan
menurut Endraswara merupakan bagian dari seni berpuisi. Sadar atau tidak setiap
manusia mengeluarkan tangisan dari hasil penginderaan.
Salah satu latihan penginderaan adalah siswa diajak ke
luar kelas, kemudian menyaksikan atau melihat fenomena alam. Selanjutnya siswa disuruh
melihat, merasakan, meraba, menjilat, mendengar dengan perasaannya sendiri.
Fenomena itu harus bisa dirasakan sampai ke nurani yang paling dalam. Hasil
dari peninderaan ini kemudian tuangkan dalam bentuk puisi.
Perenungan dan pengendapan, hal
ini dilakukan setelah proses penginderaan. Semua yang telah diinderakan
kemudian dipahami melalui perenungan atau pengendapan. Renungan itu harus
diperkaya dengan emosi dan imajinasi. Kembangkan dalam setiap merenung itu
dengan bekal andaikan atau jikalau.
Modal perenungan ini akan menjadi
dalam, jika dipadukan dengan intuisi siswa. Intuisi adalah gerak hati yang bercampur
dengan kata hati. Intuisi akan menyatu dengan imajinasi. Hasilnya akan
melahirkan keinginan-keinginan dan memunculkan sesuatu yang tidak mungkin
menjadi mungkin. Menurut istilah sastra ia akan menembus batas dan menciptakan
dunia mungkin.
Menulis puisi secara sederhana
dapat dikatakan sebagai proses memainkan kata atau menumpuk-numpuk kata. Unsur
yang paling harus diperhatikan adalah masalah estetika, yaitu bagaimana
kecermatan dan ketepatan mencari, memilih, dan menyusun kata-kata indah. Hal
inilah yang menjadi poros dalam menciptakan puisi.
Kata yang digunakan dalam puisi
adalah kata yang bernilai rasa. Kata
yang memiliki daya dan kekuatan. Oleh karena itu, penyair sangat hati-hati
dalam memilih kata yang akan digunakan dalam puisinya.
Menurut Endraswara (2003:224-228) salah satu langkah
dalam menulis puisi yaitu langkah enam M. Langkah ini meliputi tahapan-tahapan
sebagai berikut.
Yang dimaksud tanggap sasmita adalah kepekaan dalam
menangkap sesuatu yang ada di sekitar kita. Latihan yang bisa dilakukan untuk
melatih tanggap sasmita adalah senang memotret keadaan dan senang membandingkan
keadaan.
Memotret yang dimaksud adalah melihat dengan intuisi,
yaitu memperhatikan sesuatu dengan tajam, menyeluruh, dan menukik.
Membandingkan adalah upaya penyair dalam membandingkan sesuatu dalam berbagai
sesuatu. Upamanya, air di sungai dengan air dalam botol, burung di alam bebas
dengan burung yang di dalam sangkar, dan sebagainya.
Ilham adalah pijaran cahaya emas yang mendorong
seseorang untuk menulis puisi. Ilham itu bisa datang kapan saja dan di mana saja. Tidak
terbatas oleh ruang dan waktu.
Cara menangkap ilham, setiap
orang pasti berbeda-beda, tegantung pada orangnya itu sendiri. Yang paling
penting apakah ilham itu akan tetap ada atau hilang begitu saja. Ini juga tergantung pada orang yang bersangkutan dalam
menyikapinya.
Setiap orang yang baru belajar puisi, memunculkan kata
pertama merupakan pekerjaan yang menyulitkan. Hal ini karena kata pertama
merupakan arah untuk menentukan kata-kata selanjutnya. Ketepatan penyair
memunculkan kata pertama akan disusul ketepatan dalam memunculkan kata kedua,
ketiga, dan seterusnya.
Kata pertama kadangkala muncul secara spontan,
orisinal, bahkan juga harus melalui pengolahan yang panjang.
Mengolah kata sejalan dengan mengembangkan ilham. Mengolah
kata berarti memanipulasi ilham. Memanipulasi ilham berarti membingkai ilham
menjadi sebuah puisi. Apalah artinya sebuah ilham atau inspirasi apabila tidak
diekspresikan melalui kata-kata.
Mengolah kata hubungannya dengan
menumpuk, menjajarkan, menggunting, dan menyusun ke dalam bait-bait. Dengan
demikian, sebuah puisi dilihat dari fisiknya saja sudah indah. Apalagi kalau sudah memahami isinya.
Memberi vitamin adalah memberi nilai atau ruh ke dalam
kata-kata yang dipilih itu agar enak dibaca. Ruh itu adalah kata-kata yang
bermakna, kata yang mengandung nilai.
Vitamin dalam puisi akan membuat
puisi itu hidup dan bermakna. Puisi yang telah kita buat sudah dipertimbangkan
dari segi bobot sastranya.
Menyeleksi kata adalah upaya kita memilih kata-kata
tadi yang sudah tersusun dalam bentuk bait. Seleksi dilakukan dengan
berlandaskan pada rasa kata dan bongkar pasang kata. Dengan semikian puisi yang
dihasilkan menjadi padat, kenyal, dan penuh makna. Kita jangan boros kata,
tetapi juga jangan kikir kata. Seleksi
kata dilakukan sebelum puisi diumumkan
ke masyarakat.
Model-model dalam menulis puisi ada enam yaitu yoga
atau meditasi, ramai-ramai, responsif, cermin, psiko kreatif, dan kompilasi
(Endraswara, 2003:229-230).
Model yoga atau meditasi langkah-langkahnya sabagai
berikut.
a. Berkontemplasi, duduk sila tumpang, ambil nafas
dalam-dalam, kemudian hembuskan.
b.
Pejamkan mata, tarik nafas dalam, ikuti aba-aba, kemudian
tuliskan.
Model
ramai-ramai langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Siswa dibuat menjadi beberap kelompok, yang anggotanya
3-5 orang.
b.
Membuat puisi bersama-sama (digarap bersama-sama pada
kelompok).
c.
Tiap kelompok membacakan puisi yang dibuatnya.
d.
Siswa atau kelompok lainnya mengomentari dan memberi
nilai.
Model responsif yaitu siswa yang satu membuat puisi,
kemudian yang lainnya merespon. Di dalam model ini pada intinya harus ada
saling respon, sehingga terwujud sebuah puisi yang bagus.
Model cermin langkah-langkahnya
sebagai berikut.
a.
Dimulai dari pengamatan secermat-cermatnya tentang mahluk
hidup.
b.
Mencermati benda mati (perubahan). Cari yang paling atau
belum pernah disentuh.
c. Memakai lukisan atau gambar tertentu.
Model
psikokreatif bisa ditempuh melalui
hal-hal berikut.
a. Berawal dari rasa negatif ( kesal, marah, gelisah,
dendam, dan lain-lain).
b. Dari rasa positif (mencita-citakan, mendambakan,
romantic, dan kenangan indah).
Model kompilasi bisa dilakukan melalui
kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
a. Diawali dari ilham kamudian mengumpulkan kata-kata
yang mendukung dari istilah lugas sampai konotatif.
b. Kata-kata tadi tinggal dimasukkan, disusun, diatur
tipografinya.
c.
Kata-kata yang dipakai kemudian dibuang.
Sementara itu menurut Ismail
(2001:2) ada empat belas teknik menulis puisi, yaitu: keinginan, bunyi, alam,
mimpi, fantasi tak masuk akal, metaphor, menjelma hewan menjelma benda,
akrostik, asonansi, aliterasi, rima, puisi gambar atau pictogram, dan latar
pendengaran musik.
Selain itu Ismail juga mengemukan
teknik menulis puisi terikat bentuk Jepang, yaitu haiku dan tanka.
Dari
teknik-teknik yang dikemukakan Ismail di atas, yang sesuai dengan model yang
menjadi kajian penulis adalah teknik alam.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa berkaitan
dengan menulis puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Siswa mampu
menulis puisi sebagai sebuah kebutuhan psikologis, bukan sebagai beban.
b. Siswa mampu menulis puisi yang mengandung makna
berlapis-lapis, seperti halnya puisi prismatis, sufistik, dan profetik.
c. Siswa mampu menulis puisi dengan sebuah kejujuran
batin, tak ada yang menekan, tak ada yang mengharuskan, tetapi lahir dari
kesadaran hati yang terdalam.
d. Siswa mampu menulis puisi melalui langkah-langkah dan
model proses kreatif yang tepat, sehingga tak asal-asalan, asal menumpuk kata
dan boros kata.
e. Siswa mampu menulis puisi yang kontekstual, penuh
getaran emosi, imajinasi yang indah, dan bercerita melalui puisi yang cair.
Kompetensi di atas merupakan kemampuan dasar yang
harus dimiliki oleh siswa berkaitan
dengan menulis puisi yang berkualitas. Puisi yang ditulis itu tidak sekedar
menumpuk kata, tetapi melalui proses yang jelas dan terarah. Menulis puisi
tidak asal-asalan, tetapi hasil perenungan dan pengendapan terhadap pengalaman
diri siswa.
Menurut Endraswara (2003:232) para siswa tidak cukup
hanya memiliki kompetensi kualitas saja, tetapi juga harus memiliki kompetensi
pragmatis. Yang dimaksud kompetensi pragmatis yaitu kualitas puisi yang laku
dijual. Salam
hal ini puisi yang bisa dimuat di media masa.
Kompetensi pragmatis dapat
dikatakan berhasil apabila puisi itu dimuat di media masa. Hal ini juga belum
cukup, kualitas kompetensi pragmatis dapat dikatakan berhasil apabila puisi
yang dimuat di media masa itu menjadi pusat perhatian para pembaca. Selain itu, puisi tersebut banyak dibicarakan orang
lain.
Sebelum lebih jauh puisi siswa itu di muat di media
masa, ada langkah kongkret yang bisa dilakukan di sekolah, yaitu menyediakan
wadah kreatifitas di sekolah berupa buletin atau madding sekolah. Di dalam
media sekolah inilah puisi siswa bisa teruji kualitasnya.
Penelitian ini berangkat dari kerangka berpikir
sebagai berikut.
1. Guru harus memahami berbagai model pembelajaran bahasa
dan sastra, khususnya bahasa dan sastra Sunda.
2. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru akan
berpengaruh kepada hasil dan proses pembelajaran. Semakin baik model
pembelajaran yang digunakan, maka akan semakin baik pula hasil dan proses dari
pembelajaran itu.
3. Puisi merupakan salah satu jenis sastra yang
dipelajari dan diajarkan di kelas VIII SMPN 5 Cilawu Garut yang tercantum dalam
kurikulum SMPN 5 Ciulawu Garut tahun 2010.
4. Menulis puisi merupakan bagian terpenting dalam
pembelajaran sastra
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu pembelajaran menulis puisi yang menggunakan
model objek langsung di kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu, Garut dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menulis puisi
3.PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian
Tindakan Kelas adalah model pembelajaran yang akan mendorong guru untuk selalu
meningkatkan kinerjanya dengan refleksi, dengan selalu mencoba strategi
pembelajaran yang akan merubah pembelajaran yang berbasis pada “teacher centered” menjadi pembelajaran
yang berbasis “discovery” yakni mencari sendiri, sampai mampu berdiri
mandiri dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan di luar otoritas gurunya
(Hopkins dalam Wiraatmaja, 2002:127)
Penelitian tindakan kelas itu bersifat situasional, yaitu
berkaitan dengan mendiagnosis masalah dalam konteks tertentu, misalnya dikelas
dalam pembelajaran mengarang puisi, dan berusaha menyelesaikannya dalam konteks
itu. Masalah yang diangkat, berangkat dari praktek pembelajaran sehari-hari
yang benar-benar dirasakan oleh guru dan siswanya. Kemudian diupayakan
penyelesainnya demi peningkatan mutu pendidikan, prestasi siswa, profesi guru,
dan mutu sekolahnya dengan jalan merefleksi diri, yaitu sebagai praktisi dalam
melaksanaan tugas-tugasnya, sekaligus secara sistematik meneliti praktisnya
sendiri (Depdikbud, 1999:8).
Model siklus yang
digunakan dalam penelitian ini berbentuk spiral refleksi yang dikembangkan
Kemmis dan Mc Taggart dikutip Sukidin
dkk (2002). Secara garus besar, prosedur tindakan dilakukan melalui kegiatan
perencanaan (plan), tindakan (act), observasi (observe) dan refleksi (reflect).
Adapun
prosedur pengembangan model tindakan yang dilaksanakan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada bagan 1 di bawah ini :
Orientasi
Lapangan
|
Rencana Tindakan
I
|
Pelaksanaan
Tindakan I
|
Observasi
Pelaksanaan
|
Refleksi
Tindakan I
|
Rencana Tindakan
II
|
Pelaksanaan
Tindakan II
|
Observasi
Pelaksanaan
|
Refleksi
Tindakan II
|
Rencana Tindakan
III
|
Pelaksanaan
Tindakan III
|
Observasi
Pelaksanaan
|
Refleksi
Tindakan III
|
Rekomendasi
|
Prosedur Pengembangan
Model Tindakan (Kemmis dalam Hopkin, 1993).
Prosedur penelitian tersebut
dilaksanakan dalam lima tahapan yaitu :
1)
Orientasi lapangan adalah studi pendahuluan untuk
meneliti kekurangan-kekurangan
dalam proses pembelajaran mengarang puisi yang telah dilakukan pada tahun
pembelajaran sebelumnya.
2) Rencana
tindakan, yaitu menyusun rencana tindakan meliputi menyusun perencanaan dimulai
dari pembuatan rencana pembelajaran, media pembelajaran, kartu-kartu pertanyaan
sesuai jumlah siswa, format tes setiap tindakan, format observasi guru dan
keaktifan siswa, serta instrumen lainnya yang dibutuhkan selama penelitian. Penyusunan tersebut dilakukan bekerja sama antara
penulis dengan observer
3) Pelaksanaan tindakan, yaitu praktek
pembelajaran yang nyata dilakukan oleh guru/penulis dan siswa, berdasarkan
rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya. Pola pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru (peneliti) dalam tindakan kelas ini mengikuti tahapan
berikut.
(1) Membuka
pelajaran
Peneliti
menjelaskan tujuan pembelajaran, model pembelajaran yang akan dilaksanakan
yaitu menggunakan model pembelajaran objek langsung
(2) Kegiatan Inti
Langkah-langkah pembelajaran menulis puisi yang
menggunakan model objek langsung sebagai berikut.
a. Peneliti menyampaikan pengantar.
b. Peneliti menjelaskan teknis pembelajaran menulis puisi
berdasarkan objek langsung.
c. Siswa dibawa ke luar kelas untuk melihat objek
langsung berkenaan dengan keindahan alam.
d. Siswa mengindentifikasi berbagai hal yang ada pada
objek tersebut.
e. Siswa merenungkan sesuatu yang telah diidentifikasi.
f. Siswa menulis puisi berdasarkan objek yang telah
melalui perenungan dan pengimajinasian.
g. Siswa membacakan puisi yang telah ditulisnya.
h. Siswa yang lain mengomentarinya.
i. Memperbaiki, melengkapi, dan menilai puisi yang
dibacakan oleh siswa.
j. Peneliti
merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan
(3) Menutup Pelajaran
a.
Guru/peneliti membagikan angket tanggapan siswa
terhadap model pembelajaran yang telah
dilakukan yaitu objek langsung,
setelah pembelajaran pada tindakan III.
b.
Guru/peneliti menugaskan kepada siswa untuk membaca
materi pelajaran untuk pertemuan selanjutnya
(4)
Observasi Pelaksanaan, adalah proses
mendokumentasikan pengaruh, kendala, tindakan, serta persoalan yang mungkin
ada, pada saat pembelajaran berlangsung. Pada saat observasi, observer
mengamati proses pembelajaran berlangsung dengan mencatat kegiatan yang
dilaksanakan oleh Penulis dan siswa, serta mencatat
kendala-kendala yang dihadapi penulis dalam mengembangkan model pembelajaran
objek langsung. Hasil observasi itu mendasari refleksi untuk tindakan yang
telah dilakukan dan dijadikan pertimbangan untuk menyusun rencana tindakan
selajutnya.
(5)
Refleksi, yaitu menjelaskan setiap
efek-efeknya dan kegagalan pelaksanaan. Rekomendasi ini hasil kolaborasi antara
guru/penulis dan observer, dengan mendiskusikan kelebihan dan
kekurangan serta pengaruhnya dalam kegiatan belajar mengajar pada setiap
tindakan selama penelitian dilaksanakan
Penelitian
dilaksanakan di kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu, yang beralamat di Kp.
Kondangrege, Desa Sukamukti, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut 44161.
Subjek penelitian
ini difokuskan pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 5 Cilawu, Garut yang
berjumlah 34 orang, terdiri atas 17 orang
laki-laki dan 17 orang perempuan.
Waktu penelitian
dimulai bulan Agustus s.d Oktober 2010. Kegiatan yang dilakukan meliputi
persiapan pembuatan silabus, RPP, perangkat KBM, kisi-kisi soal dan soal, tahap
analisis, dan pengolahan data.
Model pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
1. Butir Soal LKS
Setiap Tindakan
Hasil pengerjaan LKS setiap tindakan
digunakan untuk menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang telah
dipelajari dan ketuntasan belajarnya, sebagai diagnosa dan sebagai input
balikan bagi peneliti serta sebagai pegangan siswa untuk mengerjakan tugas dari
guru (Lampiran 4, 5 dan 6)
2. Angket
Angket siswa
digunakan untuk mengukur sikap dan tanggapan siswa terhadap model pembelajaran
objek langsung yang diterapkan (Lampiran
7).
3. Pedoman
Observasi Keaktifan Siswa
Pedoman observasi
keaktifan siswa digunakan untuk membantu observer menentukan keaktifan siswa
(Lampiran 8)
4. Daftar Chek
Daftar chek digunakan untuk membantu
observer menentukan siswa yang aktif dalam mengikuti pembelajaran (Lampiran 9)
5. Catatan
Lapangan
Catatan lapangan
digunakan untuk mencatat kejadian-kejadian, selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Catatan lapangan ini meliputi: observasi keaktifan siswa (Lampiran 10) dan
pelaksanaan model pembelajaran objek langsung oleh guru (Lampiran 11), serta diskusi
balikan antara guru/penulis dengan observer (Lampiran 12). Catatan lapangan
dilakukan oleh observer.
Data yang telah diperoleh
pada setiap tahapan tindakan diolah dan dinalisis melalui tahap-tahap sebagai
berikut.
Kategori
Data dalam penelitian ini adalah : tingkat penguasaan siswa dan daya serap
kelas setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
objek langsung.
Indikator
keberhasilan penelitian tindakan ini adalah ketuntasan belajar dan daya
serap klasikal (DSK). Suatu kelas disebut telah tuntas belajarnya bila kelas
tersebut telah mencapai 85 % siswa mencapai daya serap > 65 % (Depdikbud RI,
1994). Untuk menghitung persentase diatas dapat menggunakan rumus sebagai
berikut :
Jumlah
skor total maximal
DSK = ( ∑siswa yang memperoleh tingkat penguasaan > 65 %) X 100 %
Menganalisis
Angket Siswa
Angket
siswa dihitung dengan menggunakan rumus :
Prosentase
alternatif jawaban = Alternatif jawaban X
100%
Data
angket yang telah terkumpul, dihitung dan ditabulasikan serta dipersentasekan.
Seluruh jawaban siswa yang memilih setiap indikator. Setelah dipersentasekan
kemudian ditafsirkan kedalam kalimat yang bersifat kualitatif.
Untuk
menguji hasil angket dari siswa tentang kualitas pembelajaran mengarang puisi
yang menggunakan model objek langsung menggunakan kriteria sebagai berikut.
0% --- 0,9% =
tak seorang pun
1% --- 49% =
sebagian kecil
50% --- = setengahnya
51%
--- 74% = sebagian besar
75%
--- 99% = hampir semua
--- 100% = semuanya
(Mulyana,
2000:143)
Agar
data yang diperoleh sahih dan andal, maka dilakukan teknik triangulasi, yaitu
dengan melakukan beberapa tindakan antara lain:
·
Melakukan
pengecekan ulang dari data yang telah terkumpul untuk kelengkapannya.
·
Melakukan pengolahan dan analisis ulang dari data yang
terkumpul.
·
Membuat perangkat
test
·
Pembuatan lembar
observasi untuk guru/penulis dan siswa, pedoman wawancara dan angket serta
instrumen lainnya.
1.
Pelaksanaan Tindakan
·
Menerapakan model pembelajaran Objek Langsung
·
Mengobservasi aktifitas siswa dan guru/penulis selama
belangsungnya proses pembelajaran, dilakukan oleh observer
·
Melakukan tes setelah pembelajaran setiap kali pertemuan.
·
Melakukan tes setelah selesai setiap tindakan, dan
menyebarkan angket utnuk mengetahui tanggapan siswa terhadap model pembelajarn
objek langsung
2.
Evaluasi
·
Penilaian pengerjaan soal pada LKS tiap tindakan
(Lampiran 4, 5 dan 6)
·
Angket untuk
siswa (Lampiran 7)
·
Observasi keaktifan siswa (Lampiran 10) dan observasi
pelaksanaan pembelajaran oleh guru/penulis (Lampiran 11)
·
Diskusi balikan antara observer dengan penulis, setiap
menyelesaikan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran objek
langsung (Lampiran 12)
3.
Analisis dan Refleksi
Langkah-langkah dalam refleksi tindakan terdiri atas :
·
Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang sudah dan
belum terpecahkan dan yang muncul selama tindakan pembelajaran berlangsung.
·
Menganalisis dan merinci tindakan pembelajaran yang telah dilakukan dan efektifitas
pembelajaran berdarkan kendala-kendala yang dihadapi penulis.
·
Menentukan tindakan selanjutnya berdarkan hasil analisis
refleksi yang dilakukan secara kolaborasi atara penulis dan observer
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Persiapan yang dilakukan untuk mengembangkan model Objek Langsung (OL) adalah penyusunan rencana
pembelajaran untuk tindakan I
(Lampiran 1), soal LKS tindakan I (Lampiran 4), pedoman aktivitas siswa
untuk membantu menandai siswa yang berpartisipasi aktif, selama proses
pembelajaran berlangsung (Lampiran 8), daftar chek (Lampiran 9), format
aktivitas siswa (Lampiran 10), pedoman observasi untuk mencatat proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru/peneliti (Lampiran 11), format diskusi
balikan (Lampiran 12), dan kartu pertanyaan/jawaban siswa (Lampiran 13).
Pada tindakan I, siswa yang mengikuti
proses pembelajaran sebanyak 44 orang dari jumlah siswa VII A SMP Negeri 5 Cilawu yang seluruhnya 44
orang. Kompetensi
dasar materi bahasa Sunda yang dibahas pada tindakan I menulis puisi (sajak).
Pada awal pembelajaran, peneliti menginformasikan materi yang akan dibahas,
tujuan pembelajaran dan jenis model pembelajaran yang akan dilakukan, yaitu
menggunakan model Objek Langsung.
Peneliti selanjutya membagikan kartu pada setiap siswa. Setiap siswa
menuliskan kode identitas diri, serta menuliskan petanyaan yang berkaitan
dengan materi yang dibahas yaitu akhlak terpuji. Setelah semua siswa selesai
membuat pertanyaan, masing-masing siswa diminta untuk memberikan kepada teman
disamping kirinya, terus memutar/menggeser sampai semua siswa menerima
pertanyaan. Masing-masing siswa yang telah menerima pertanyaan, diminta membaca
pertanyaan, jika pertanyaan itu ingin diketahui jawabannya maka ia harus
memberin tanda ceklis (√). Pertanyaan-pertanyaan tadi baik yang diberi
ceklis maupun tidak dikembalikan kepada teman sipemberi pertanyaan. Para siswa
yang pertanyaannya mendapat tanda ceklis, diminta menuliskan jawabannya,
kemudian membacakan pertanyaan sekaligus jawabannya. Berikan respon atau
jawaban dari masing-masing pertanyaan untuk ditanggapi oleh siswa lain, sampai
diperoleh jawaban yang benar. Guru/peneliti
membimbing dan mengarahkan siswa supaya aktif mengikuti pembelajaran dengan
baik, serta menjaga suasana kelas tetap tertib dan menyenangkan.
Siswa ditugaskan untuk mengumpulkan semua jawaban
yang dibuatnya. Guru/peneliti dan siswa mengklarifikasikan jawaban dari setiap
pertanyaan. Menjelang akhir
pembelajaran peneliti menyuruh siswa membaca di rumah tentang taat, untuk
pertemuan selanjutnya (tindakan II). Aktivitas siswa selama proses pembelajaran dapat
dilihat pada tabel 1, begitu pula hasil pengerjaan LKS berupa skor terlihat
pada tabel 2.
4.1.1.2 Aktivitas Siswa pada Tindakan I
Aktivitas siswa selama pelaksanaan pebelajaran
tindakan I, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Keaktifan Siswa pada Tindakan I
No
|
Kriteria
yang diamati
|
Jumlah
siswa
|
%
|
1
|
Menuliskan pertanyaan
|
28
|
63.64
|
2
|
Menjawab
|
23
|
52.27
|
3
|
Menanggapi
|
18
|
40.91
|
4
|
Menyimak
|
22
|
50.00
|
Berdasarkan
tabel 1 diatas, menunjukkan aktivitas siswa yang benar-benar menuliskan pertanyaan
sebanyak 28 orang (63.64%), menjawab pertanyaan sebanyak 23 orang (52.27%),
menanggapi sebanyak 18 orang (40.91%) dan menyimak sebanyak 22 orang (50.00%). Berdasarkan
data tersebut keaktifan siswa pada tindakan I belum mencapai hasil yang
maksimal. Siswa yang benar-benar menuliskan pertanyaan hanya (63.64%), sisanya
mengobrol, bercanda dengan temannya, menanyakan kepada temannya untuk
menuliskan contoh pertanyaan, dan beberapa siswa kelihatan masih belum paham
sehingga mereka tidak menuliskan suatu pertanyaan yang berhubungan dengan
materi pelajaran. Siswa yang menuliskan
jawaban dari pertanyaan yang dibuatnya hanya (52.27%), sisanya kelihatan malas
mencari sendiri jawabannya pada buku pegangan, LKS, atau buku lain yang
relevan, mereka lebih suka menanyakan jawabannya pada siswa lain. Siswa yang
benar-benar menanggapi jawaban dari siswa lain (40.91%), sisanya tidak
menyimak, mengobrol atau mengerjakan pekerjaan lain. Sedangkan siswa yang
menyimak penjelasan guru pada awal pembelajaran, dan menyimak jawaban dari
siswa lain hanya (50.00%). Kurangnya aktivitas siswa dalam melaksanakan
pembelajaran disebabkan antara lain, siswa belum memahami pelaksanaan proses pembelajaran
dengan menggunakan metode pembelajaran Objek
Langsung. Faktor lain disebabkan adanya perbedaan model pembelajaran yang
dilakukan sebelumnya (model ceramah)
4.1.1.3 Skor Siswa Tindakan I
Skor siswa pada tindakan I dapat dilihat pada tabel 2
di bawah ini :
Tabel 2.
Skor Siswa pada Tindakan I
No
|
Skor
|
Jumlah
siswa)
|
%
|
1
|
> 2 – 3
|
8
|
18.18
|
2
|
> 3 – 4
|
12
|
27.27
|
3
|
> 4 – 5
|
10
|
22.73
|
4
|
> 5 – 6
|
2
|
4.55
|
5
|
> 6 - 7
|
12
|
27.27
|
Jumlah
|
44
|
Berdasarkan tabel 2 di atas, perolehan hasil
pengerjaan LKS dalam bentuk skor pada tindakan I memperlihatkan hasil yang
kurang memuaskan. siswa yang memperoleh nilai lebih dari 2 –
3 sebanyak 8 orang (18.18%), Siswa yang memperoleh nilai
lebih dari 3 – 4 sebanyak 12 orang (27.27%), siswa yang memperoleh nilai lebih
dari 4 –
5 sebanyak 10 orang (22.73%),
Siswa yang memperoleh nilai lebih dari 5 –
6 sebanyak 2 orang (4.55%). Dan siswa yang memperoleh nilai 6 – 7
sebanyak 12 orang (27.27%)
Berdasarkan
data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa skor siswa masih jauh dari yang diharapkan,
siswa yang memperoleh skor lebih dari 6
– 7 sebanyak 12 orang, tidak ada siswa
yang memperoleh nilai diatas 7. Walaupun
demikian, siswa sudah menunjukkan motivasi yang cukup baik untuk mengikuti
pembelajaran, ini terlihat pada saat siswa mencari jawaban dari pertanyaan yang
diajukan, hampir setengahnya siswa sibuk mencari informasi dalam buku pegangan.
Akan tetapi hampir setengahnya siswa lain tidak mengikuti pembelajaran dengan
baik, mereka tidak menuliskan suatu pertanyaan, menuliskan jawaban yang
dibuatnya, menanggapi jawaban siswa lain, dan menyimak dengan baik jalannya
pembelajaran. Kondisi tersebut mungkin disebabkan siswa tersebut belum memahami
urutan melakasanakan pembelajaran menggunakan model Objek Langsung. Beberapa siswa tidak berani menanyakan hal-hal yang
belum dipahami, serta guru/peneliti tidak berusaha memberikan motivasi,
apresiasi dan bimbingan yang lebih intensif supaya siswa mengikuti pembelajaran
dengan baik. Sehingga kondisi tersebut
menyebabkan skor pada tindakan I kurang memuaskan.
4.1.1.4 Refleksi dan Revisi Tindakan 1
Berdasarkan hasil observasi tindakan 1, menunjukkan
adanya kebaikan dan kekurangan selama proses pembelajaran. Kebaikan yang ada
dapat dipertahankan untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya sedangkan kekurangan
yang telah ditemukan perlu diperbaiki. Kebaikan pelaksanaan tindakan 1 yaitu,
telah dilaksanakan pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai, seperti yang tercantum dalam rencana pembelajaran. Kekurangan yang ada
pada pelaksanaan tindakan 1 diantaranya :
1) Penguasaan suasana kelas oleh guru masih kurang,
sehingga pembelajaran relatif tidak tertib dan gaduh.
2) Guru/peneliti kurang memberikan, motivasi, dorongan,
dan apresiasi dalam memulai kegiatan belajar mengajar, supaya siswa tertarik
untuk mengikuti pelajaran
3) Guru/peneliti kurang tegas dalam menindak siswa yang
tidak mengikuti pembelajaran dengan baik, hal ini diperparah dengan suara guru
yang kurang keras
4) Proses pembimbingan yang dilakukan guru kurang
intensif untuk mengarahkan siswa dalam merumuskan pertanyaan yang berkaitan
dengan materi pelajaran, menuliskan jawaban dari pertanyaan tersebut,
membacakan jawabannya serta menanggapi jawaban siswa lain.
Berdasarkan
kekurangan yang ada pada pelaksanaan tindakan 1, perlu memperhatikan
perbaikan-perbaikan seperti di bawah ini :
1)
Guru/Peneliti
harus terampil menciptakan suasana kelas yang tertib, kondusif dan
menyenangkan.
2)
Dalam memulai
kegiatan belajar mengajar, Peneliti harus pintar meningkatkan motivasi belajar
siswa, dan memberikan apresiasi supaya siswa merasa tertarik untuk mengikuti
pelajaran
3)
Guru/Peneliti
harus meningkatkan volume suaranya supaya bisa terdengar sampai ke belakang,
kemudian harus lebih tegas dalam menghadapi siswa yang tidak mengikuti
pelajaran atau ngobrol.
4)
Guru/peneliti
meningkatkan proses pembimbingan untuk mengarahkan siswa dalam merumuskan
pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran, menuliskan jawaban dari
pertanyaan tersebut, membacakan jawabannya serta menanggapi jawaban siswa lain.
4.1.2 Pelaksanaan Tindakan II
4.1.2.1 Persiapan dan
Pelaksanaan Tindakan II
Persiapan yang dilakukan untuk
Pelaksanaan pembelajaran pada
tindakan II adalah penyusunan rencana pembelajaran untuk tindakan
II (Lampiran 2), soal LKS tindakan II
(Lampiran 5), pedoman aktivitas siswa untuk membantu menandai siswa yang
berpartisipasi aktif, selama proses pembelajaran berlangsung (Lampiran 8),
daftar chek (Lampiran 9), format aktivitas siswa (Lampiran 10), pedoman
observasi untuk mencatat proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru/peneliti
(Lampiran 11), format diskusi balikan (Lampiran 12), dan kartu
pertanyaan/jawaban siswa (Lampiran 13)
Tindakan II diikuti oleh seluruh
siswa sejumlah 44 orang, kompetensi dasar Pendidikan Agama Islam yang dibahas
pada tindakan II adalah taat
Peneliti memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya tentang
materi pada tindakan I yang belum dipahami, selanjutnya peneliti
menginformasikan garis besar materi yang akan dibahas, serta model pembelajaran
yang digunakan sama dengan proses pembelajaran pada tindakan I.
Proses pembelajaran pada tindakan II, tidak jauh berbeda
dengan pembelajaran pada tindakan I, yaitu guru/peneliti membagikan kartu pada
setiap siswa. Setiap siswa menuliskan kode identitas diri, serta menuliskan
petanyaan yang berkaitan dengan materi yang dibahas yaitu taat. Setelah semua siswa selesai membuat
pertanyaan, masing-masing siswa diminta untuk memberikan kepada teman disamping
kirinya, terus memutar/menggeser sampai semua siswa menerima pertanyaan.
Masing-masing siswa yang telah menerima pertanyaan, diminta membaca pertanyaan,
jika pertanyaan itu ingin diketahui jawabannya maka ia harus
memberin tanda ceklis (√).
Pertanyaan-pertanyaan tadi baik yang diberi ceklis maupun tidak
dikembalikan kepada teman sipemberi pertanyaan. Para siswa yang pertanyaannya
mendapat tanda ceklis, diminta menuliskan jawabannya, kemudian membacakan
pertanyaan sekaligus jawabannya. Berikan respon atau jawaban dari masing-masing
pertanyaan untuk ditanggapi oleh siswa lain, sampai diperoleh jawaban yang
benar. Guru/peneliti
membimbing dan mengarahkan siswa supaya aktif mengikuti pembelajaran dengan
baik, serta menjaga suasana kelas tetap tertib dan menyenangkan.
Siswa ditugaskan untuk mengumpulkan semua jawaban yang
dibuatnya. Guru/peneliti dan siswa
mengklarifikasikan jawaban dari setiap pertanyaan.
Menjelang akhir pembelajaran
peneliti membahas kembali garis besar materi sebagai penguatan terhadap jawaban
siswa. Selanjutnya peneliti menyuruh siswa membaca di rumah tentang qanaah,
untuk pertemuan selanjutnya
(tindakan III).
Aktivitas
siswa selama proses pembelajaran dapat dilihat pada tabel 1, begitu pula hasil
pengerjaan LKS berupa skor terlihat pada tabel 2.
4.1.2.2 Aktivitas Siswa pada
Tindakan II
Pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam pada tindakan II telah memperlihatkan adanya peningkatan
aktivitas siswa dalam bertanya, menyimak maupun menjawab pertanyaan guru yang
dapat dilihat dari tabel 3 dibawah ini
Tabel 3. Keaktifan Siswa pada Tindakan II
No
|
Kriteria
yang diamati
|
Jumlah
siswa
|
%
|
1
|
Menuliskan pertanyaan
|
32
|
72.73
|
2
|
Menjawab
|
28
|
63.64
|
3
|
Menanggapi
|
24
|
54.55
|
4
|
Menyimak
|
27
|
61.36
|
Tabel 3 di atas menunjukkan
aktivitas siswa yang benar-benar menuliskan pertanyaan sebanyak 32 orang
(72.73%), menjawab pertanyaan sebanyak 28 orang (63.64%), menanggapi
sebanyak 24 orang (54.55%) dan menyimak sebanyak 27 orang (61.36%), data diatas
menggambarkan bahwa keaktivan siswa dalam mengikuti pembelajaran menggunakan
model Objek Langsung telah meningkat
walaupun belum mencapai hasil yang maksimal. Pada umumnya aktivitas siswa untuk
menuliskan pertanyaan, menjawab pertanyaan yang dibuatnya, menanggapi jawaban
siswa lain, menanyakan hal-hal yang belum dipahami, serta menyimak proses
pembelajaran dari awal sampai akhir, mengalami peningkatan. Namun demikian masih ada
beberapa siswa yang belum berperan aktif
dan mengikuti pembelajaran dengan baik.
4.1.2.3
Skor Hasil pengerjaan LKS pada Tindakan II
Skor hasil
pengerjaan LKS tindakan II dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4.
Skor Siswa pada Tidakan II
No
|
Skor
|
Jumlah Siswa
|
%
|
1
|
>4-5
|
5
|
11.36
|
2
|
>5-6
|
12
|
27.27
|
3
|
>6-7
|
15
|
34.09
|
4
|
>7-8
|
12
|
27.27
|
Jumlah
|
44
|
Pada tindakan II memperlihatkan adanya peningkatan
skor pengerjaan LKS dibanding hasil pengerjaan LKS pada tindakan I. Nilai tugas
siswa dibawah 4 sudah tidak ada lagi. Siswa yang memperoleh nilai lebih dari 4
- 5 sebanyak 5 orang (11.36%). Siswa
yang memperoleh nilai lebih dari 5 - 6 sebanyak 12 orang (27.27%). Siswa yang
memperoleh nilai lebih dari 6 - 7, sebanyak 15 orang (34.09%). Dan siswa yang memperoleh skor
lebih dari 7 - 8 sebanyak 12 orang
(27.27%)
Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, lebih tinggi dibanding hasil pada tindakan I.
Peningkatan skor pengerjaan LKS dan keaktifan siswa disebakan karena siswa
sudah terbiasa mengikuti pembelajaran menggunakan model Objek Langsung, dan siswa sudah mempelajari terlebih dahulu materi
pelajaran, karena pada tindakan I sudah ditugaskan guru untuk mempelajarinya,
selain itu guru/peneliti telah memberikan bimbingan lebih intensif dan adil
pada setiap siswa dibandingkan tindakan I.
4.1.2.4 Refleksi dan Revisi Tindakan II
Berdasarkan
hasil observasi tindakan II, menunjukkan adanya perbaikan dari tindakan I.
Kelebihan yang muncul pada tindakan II dan perlu dipertahankan diantaranya :
1)
Guru/peneliti
telah menerapkan kegiatan mengajar sesuai dengan rencana pembelajaran dan
tuntutan model Objek Langsung
2)
Hasil belajar
siswa berupa perolehan skor dari tes telah memperlihatkan adanya peningkatan
dari tindakan I.
3)
Aktifitas siswa
dalam merumuskan pertanyaan, menjawab, dan menanggapi lebih aktif, tertib dan
meningkat.
4) Guru/peneliti telah
memberikan apresiasi pada awal pembelajaran
5) Guru/peneliti telah
meningkatkan proses pembimbingan selama proses pembelajaran, dengan mendekati
siswa satu persatu.
Namun
demikian, pelaksanaan tindakan II masih memperlihatkan adanya kekurangan yang
masih perlu diperbaiki, kekurangan – kekurangan tersebut antara lain :
1) Ada beberapa siswa yang
belum aktif bertanya, menjawab, dan
menyimak.
2) Guru/peneliti masih harus
tegas dalam menghadapi beberapa siswa yang tidak mengikuti pelajaran dengan
baik.
Perbaikan untuk tindakan III diantaranya :
1) Mempertahankan kelebihan
yang telah dilaksanakan pada tindakan II.
2) Guru/peneliti lebih tegas
dalam menghadapi anak yang tidak mengikuti pelajaran dengan baik.
3) Guru/peneliti harus
pintar meningkatkan motivasi, minat dan aktivitas siswa dalam melaksanakan
pembelajaran
4.1.3
Pelaksanaan Tindakan III
4.1.3.1 Persiapan dan Pelaksanaan Tindakan III
Persiapan yang dilakukan untuk
Pelaksanaan pembelajaran pada
tindakan III tidak jauh berbeda dengan tindakan II yaitu, penyusunan
rencana pembelajaran untuk tindakan III (Lampiran 3), soal LKS tindakan III
(Lampiran 6), angket respon siswa terhadap penggunaan model pembelajaran Objek Langsung (Lampiran 7), pedoman
aktivitas siswa untuk membantu menandai siswa yang berpartisipasi aktif, selama
proses pembelajaran berlangsung (Lampiran 8), daftar chek (Lampiran 9), format
aktivitas siswa (Lampiran 10), pedoman observasi untuk mencatat proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru/peneliti (Lampiran 11), format diskusi
balikan (Lampiran 12), dan Kartu pertanyaan/jawaban siswa (Lampiran 13)
Tindakan III diikuti oleh seluruh siswa sebanyak 44 orang.
Kompetensi dasar Pendidikan Agama Islam yang dibahas pada tindakan III adalah
qanaah.
Untuk melaksanakan tindakan III persiapan yang
dilakukan tidak jauh berbeda dari
pelaksanaan tindakan sebelumnya. Yaitu guru/peneliti membagikan kartu pada
setiap siswa. Setiap siswa menuliskan kode identitas diri, serta menuliskan
petanyaan yang berkaitan dengan materi yang dibahas yaitu qanaah. Setelah semua
siswa selesai membuat pertanyaan,
masing-masing siswa diminta untuk memberikan kepada teman disamping
kirinya, terus memutar/menggeser sampai semua siswa menerima pertanyaan.
Masing-masing siswa yang telah menerima pertanyaan, diminta membaca pertanyaan,
jika pertanyaan itu ingin diketahui jawabannya maka ia harus
memberin tanda ceklis (√). Pertanyaan-pertanyaan tadi baik yang diberi
ceklis maupun tidak dikembalikan kepada teman sipemberi pertanyaan. Para siswa
yang pertanyaannya mendapat tanda ceklis, diminta menuliskan jawabannya,
kemudian membacakan pertanyaan sekaligus jawabannya. Berikan respon atau jawaban
dari masing-masing pertanyaan untuk ditanggapi oleh siswa lain, sampai
diperoleh jawaban yang benar. Guru/peneliti membimbing dan mengarahkan siswa
supaya aktif mengikuti pembelajaran dengan baik, serta menjaga suasana kelas
tetap tertib dan menyenangkan.
Peneliti
memberikan bimbingan selama proses
pembelajaran seperti yang dilakukan pada tindakan II. Peneliti berkeliling
membimbing, mengarahkan, memberi apresiasi kepada setiap siswa untuk mencari
informasi dan jawaban dari setiap pertanyaan. Peneliti melakukan bimbingan
sampai semua pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya dibahas oleh siswa
bersama guru. Selama pembahasan siswa diarahkan untuk aktif menyimak, menjawab,
menyanggah, dan menanggapi setiap jawaban dari siswa lainnya.
Siswa ditugaskan untuk mengumpulkan semua jawaban
yang dibuatnya. Guru/peneliti dan
siswa mengklarifikasikan jawaban dari setiap pertanyaan.
Aktivitas siswa selama proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada tindakan III, dapat dilihat pada tabel
5, sedangkan skor hasil pengerjaan LKS siswa dapat dilihat pada tabel 6. Peneliti menutup pelajaran dengan
membagikan angket untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan model
pemberian tugas, dan kesulitan-kesukitan yang dihadapi dalam mengerjakan tugas.
4.1.3.2 Aktivitas Siswa pada Tindakan III
Keaktifan siswa
selama pembelajaran pada tindakan III dapat dilihat pada tabel 5 berikut.
Tabel
5. Keaktifan Siswa pada Tindakan III
No
|
Kriteria
yang diamati
|
Jumlah
siswa
|
%
|
1
|
Menuliskan pertanyaan
|
38
|
86.36
|
2
|
Menjawab
|
35
|
79.55
|
3
|
Menanggapi
|
32
|
72.73
|
4
|
Menyimak
|
31
|
70.45
|
Berdasarkan
tabel 5 di atas, keaktifan siswa pada Tindakan III menunjukkan aktivitas siswa
yang benar-benar menuliskan pertanyaan sebanyak 38 orang (86.84%), menjawab
pertanyaan sebanyak 35 orang (79.55%), menanggapi sebanyak 32 orang (72.73%)
dan menyimak sebanyak 31 orang (70.45%). Data di atas, menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas siswa, selama pembelajaran Pendidikan Agama Islam menggunakan model Objek Langsung, bila dibandingkan dengan
aktivitas siswa pada tindakan I dan II. Kondisi tersebut disebabkan karena
siswa sudah terbiasa dan memahami urutan kegiatan pembelajaran menggunakan
model Objek Langsung, sudah
mempersiapkan materi pelajaran di rumah, dan guru/peneliti berusaha
mengingatkan siswa pada tindakan II untuk meningkatkan prestasi belajar dan
mempersiapkan materi pelajaran dirumah, kemudian adanya pengembalian hasil
pengerjaan LKS pada tindakan I dan II, menyebabkan siswa berusaha untuk
meningkatkan nilainya
4.1.3.3 Skor Siswa pada Tindakan III
Skor hasil pengerjaan LKS pada pelaksanaan tindakan III
dapat dilihat pada tabel 6 dibawah :
Tabel 6. Skor Siswa Siswa pada Tidakan III
No
|
Skor
|
Jumlah siswa
|
%
|
1
|
> 5-6
|
6
|
13.64
|
2
|
> 6-7
|
10
|
22.73
|
3
|
> 7-8
|
18
|
40.91
|
4
|
> 8-9
|
10
|
22.73
|
Jumlah
|
44
|
Skor
hasil pengerjaan LKS siswa tidakan III, menunjukan bahwa siswa yang memperoleh
skor antara 5 - 6 sebanyak 6 orang (13.64%), siswa yang memperoleh nilai lebih
dari 6 - 7 sebanyak 10 orang (22.73%). Siswa yang memperoleh skor lebih
dari 7 - 8 sebanyak 18 orang (40.91%), dan siswa yang
memperoleh skor lebih dari 8 - 9
sebanyak 10 orang (22.73%). Tabel 6 juga
menunjukan bahwa perolehan skor pengerjaan LKS siswa mengalami peningkatan dari
skor pengerjaan LKS tindakan I dan II, kemudian siswa sudah memperlihatkan
sikap yang lebih bertanggung jawab, aktif dan sunguh-sungguh untuk mengikuti
pembelajaran..
Tindakan
III mengakhiri tindakan pembelajaran mengunakan model Objek Langsung, dengan
indikator keaktifan siswa telah diatas 65% dan skor hasil pengerjaan LKS siswa
minimal sudah 6.50
4.2 Hasil
Pelaksanaan Seluruh Tindakan
4.2.1 Persiapan dan Pelaksaan Mengembangkan Model Objek Langsung Pada Tindakan I – III
Hasil observasi tentang persiapan untuk mengembangkan
model Objek Langsung untuk tindakan I
telah berjalan dengan baik, peneliti telah mempersiapkan instrumen dan
penunjang kegiatan model Objek Langsung,
mulai dari persiapan pembuatan rencana pembelajaran, lembar tugas siswa, daftar
chek, alat observasi keaktifan siswa, alat observasi Pelaksanaan kegiatan guru,
dan format diskusi balikan. Sedangkan instrumen dan penunjang kegiatan model Objek Langsung untuk tindakan II
merupakan hasil refisi, refleksi dan masukan dari tindakan I, serta diskusi
dengan observer. Begitu juga persiapan
untuk tindakan III, hasil refisi,
refleksi dan masukan dari tindakan II, serta diskusi dengan observer. Sedangkan kegiatan pelaksanaan
mulai tindakan I – III, menunjukkan bahwa pembelajaran telah sesuai dengan
rencana pembelajaran yang telah dibuat,
sebelum melaksanakan tindakan I sampai pada tindakan III.
Observer dan peneliti dalam melakukan diskusi balikan,
selalu memperhatikan kekurangan-kekurangan yang ada sehingga disempurnakan pada tindakan selanjutnya.
Catatan lapangan (lembar observasi) dan lembar diskusi balikan telah mencatat
perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi tidak hanya dari cara peneliti
mengajar, tetapi dilihat juga aktivitas dan skor siswa selama mengikuti
pembelajaran. Aktivitas siswa dan perolehan skor pengerjaan atas tugas siswa,
selama penerapan model Objek Langsung dari tindakan I sampai III telah
mengalami perbaikan. Peningkatan aktivitas dan perolehan skor pengerjaan LKS
siswa selama penerapan model Objek Langsung dari tindakan I sampai III dapat
dilihat dari tabel 7 dan 8.
4.2.2 Aktivitas Siswa dalam Penerapan Model Objek Langsung pada Tindakan 1-1II
Keaktifan siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran mulai dari
tindakan I sampai tindakan III
menunjukkan peningkatan. Keaktifan siswa
terlihat dari aktivitas siswa selama
proses pembelajaran berlangsung dengan melakukan aktitas menuliskan pertanyaan,
menjawab dari pertanyaan yang dibuatnya, menanggapi jawaban siswa
lain, dan menyimak kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir.
Hasil
observasi aktivitas siswa selama penelitian dari tindakan I sampai III, dapat
dilihat pada tabel 7 dibawah ini.
Tabel
7. Aktivitas Siswa Dari Tindakan
I-III
Jumlah Siswa & Prosentase
|
Aktivitas Siswa dari Tindakan I
- III
|
|||||||||||
Menuliskan pertanyaan
|
Menjawab
|
Menanggapi
|
Menyimak
|
|||||||||
I
|
II
|
III
|
I
|
II
|
III
|
I
|
II
|
III
|
I
|
II
|
III
|
|
Jumlah
Siswa
|
28
|
32
|
38
|
23
|
28
|
35
|
18
|
24
|
32
|
22
|
27
|
31
|
Prosentase
|
63.64
|
72.73
|
86.36
|
52.27
|
63.64
|
79.55
|
40.91
|
54.55
|
72.73
|
50.00
|
61.36
|
70.45
|
Aktivitas
siswa dalam menuliskan pertanyaan dari tindakan I sampai III mengalami
peningkatan. Pada tindakan I siswa yang benar-benar menuliskan pertanyaan
sebanyak 28 orang (63.64%), pada tindakan II sebanyak 32 orang (72.73%), dan
pada tindakan III sebanyak 38 (86.36%). Berdasarkan hasil tindakan II,
aktivitas siswa dalam menuliskan pertanyaan mengalami peningkatan 4 orang
(9.09%) dari tindakan I. Aktivitas siswa menuliskan pertanyaan pada tindakan
III dibandingkan dengan tindakan II mengalami peningkatan 6 orang (13.64%).
Peningkatan aktivitas siswa dalam menuliskan pertanyaan secara keseluruhan dari
tindakan I sampai pada tindakan III meningkat sebanyak 10 orang (22.73%).
Aktivitas siswa dalam menjawab dari tindakan I sampai
III mengalami peningkatan. Pada tindakan I siswa yang menjawab sebanyak 23
orang (52.27%) pada tindakan II sebanyak 28 orang (63.64%) dan pada tindakan
III sebanyak 35 orang
(79.55%). Aktivitas siswa dalam menjawab mengalami peningkatan 5 orang (11.36%) dari
tindakan I. Begitu juga pada tindakan III mengalami peningkatan 6 orang
(13.64%) dibanding tindakan II. Peningkatan aktivitas siswa dalam menjawab
secara keseluruhan dari tindakan I sampai pada tindakan III meningkat sebanyak
11 orang (25.00%).
Berdasarkan tabel 7 diatas aktivitas siswa dalam
menanggapi dari tindakan I sampai ke III
mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil tindakan II, aktivitas siswa dalam
menanggapi mengalami peningkatan 6 orang (13.64%) dari tindakan I, pada tindakan ke III aktivitas
siswa menanggapi mengalami peningkatan berjumlah 8 orang (18.18%) dibandingkan
dengan tindakan II, peningkatan aktivitas siswa dalam menanggapi secara
keseluruhan dari tindakan I sampai pada tindakan III, meningkat sebayak 14
orang (31.82%).
Berdasarkan tabel 7 diatas aktivitas siswa dalam
menyimak dari tindakan I sampai ke III mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil
tindakan II, aktivitas siswa dalam menyimak mengalami peningkatan 5 orang
(11.36%) dari tindakan I, pada tindakan ke III aktivitas siswa menyimak
mengalami peningkatan berjumlah 4 orang (9.09%) di bandingkan dengan tindakan
II, peningkatan aktivitas siswa dalam menyimak secara keseluruhan dari tindakan
I sampai pada tindakan III, meningkat sebayak 9 orang (20.45%).
Berdasarkan tabel 8 dan 9 tersebut diatas, skor yang
diperoleh siswa dari tindakan I sampai pada tindakan III mengalami peningkatan.
Pada tidakan I skor rata-rata siswa VII G SMP Negeri 5 Cilawu yaitu 4.70 point.
Pada tindakan II yaitu 6.47 point. Pada tidakan III yaitu 7.52 point.
Berdasarkan skor rata-rata siswa VII G SMP Negeri 5 Cilawu pada tindakan I dan
II, peningkatan yang terjadi berarti 1.77 point sedangkan rata-rata kelas
dari tindakan II mengalami
peningkatan pada tindakan III sebesar 1.05 point. Begitu juga dengan Daya Serap
Klasikal (DSK) siswa mengalami peningkatan dari Tindakan I sampai Tindakan III.
Seperti
terlihat pada table 10 di bawah ini
Tabel 10
DSK Siswa dari Tindakan I – III
Skor rata-rata Siswa
|
||
Tindakan I
|
Tindakan II
|
Tindakan III
|
27.27%
|
61.36%
|
86.36%
|
Berdasarkan table 10 di atas, terjadi peningkatan DSK
dari Tindakan I ke Tindakan II sebesar 34.09% dan dari Tindakan II ke Tindakan
III sebesar 25.00%. Karena tindakan III DSK siswa yang memperoleh nilai 65
keatas sudah diatas 85%, yaitu pada Tindakan III sebesar 86.84%, maka Tindakan
III mengakhiri pembelajaran menggunakan model Objek Langsung.
4.3 Analis Hasil Penelitian.
4.3.1 Pengaruh Diterapkannya Model Objek Langsung Terhadap Aktivitas Siswa.
Perubahan
aktivitas siswa selama pembelajaran dapat dilihat kembali pada tabel 7. Aktivitas interaktif belajar siswa
menunjukan pola interaktif yang aktif dan multi arah. Peneliti tidak lagi
menjadi pusat informasi siswa tidak hanya menyimak penjelasan peneliti. Siswa
diberi kesempatan untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan baik dari guru
maupun siswa lain. Aktivitas siswa dalam menyimak ditunjukan dengan cara
mendengarkan dengan baik penjelasan dari peneliti mengenai materi yang telah
dan sedang di bahas, serta cara-cara mengikuti pembelajaran menggunakan model Objek Langsung yang tidak dipahami.
Aktivitas lain yang mengalami peningkatan selama penelitian ditunjukan siswa
dengan menjawab dari pertanyaan yang dibuat siswa. Peneliti tidak mendominasi
dalam menjawab pertanyaan siswa, tetapi dikembalikan pada siswa lain. Semua
siswa diberi kesempatan menjawab pertanyaan peneliti dan temannya. Peneliti
hanya menyimpulkan semua jawaban yang telah dikemukakan oleh siswa.
Aktifitas
lain yang telah ditunjukan siswa adalah menanggapi jawaban dari siswa lain, dan
menyimak dengan baik jalannya proses pembelajaran, sesuai dengan
langkah-langkah model Objek Langsung.
4.3.2 Pengaruh Diterapkannya Model Objek Langsung terhadap Hasil pengerjaan
LKS Siswa.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dapat dilihat
kembali pada tabel 8, skor rata-rata hasil pengerjaan LKS
siswa dari tindakan I sampai pada tindakan III mengalami peningkatan.
Peningkatan skor pengerjaan LKS
terjadi karena jalannya proses pembelajaran telah sesuai dengan model Objek Langsung, siswa aktif dan sunguh-sungguh
dalam mengikuti proses pembelajaran, mulai menuliskan suatu pertanyaan,
menjawab pertanyaan yang dibuatnya, menanggapi jawaban siswa lain dan menyimak
jalannya kegiatan pembelajaran. Menurut observer, Peneliti telah memberikan
bimbingan dan arahan selama proses pembelajaran mulai tindakan I sampai
tindakan III.
4.3.3 Analisis Sikap Siswa Terhadap Penggunaan Model Objek Langsung
Sikap
siswa terhadap penggunaan model Objek
Langsung, diketahui dari hasil isisan angket oleh siswa. Angket ini digunakan untuk mengetahui
sikap siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam menggunakan model
pembelajaran Objek Langsung. Angket
diedarkan pada siswa setelah selesai pelaksanaan keseluruhan tindakan.
Banyaknya pertanyaan yang diajukan adalah 10. para siswa yang belajar dengan
model pembelajaran Objek Langsung
diminta pendapatnya tentang model pembelajaran tersebut dengan menentukan salah
satu pilihan (ya, tidak) Yang sesuai dengan sikapnya untuk
pernyataan-pernyataan yang diajukan. Hasil angket siswa dianalisis dengan
menghitung persentase banyaknya jenis sikap untuk setiap pernyataan dan
hasilnya dirangkum dalam tabel 11
Tabel 11.
Persentase Sikap Siswa untuk Tiap Pertanyaan
No
|
Pernyataan
|
Persentase
|
|
Ya
|
Tidak
|
||
1
|
Pembelajaran seperti ini meningkatkan minat saya
dalam belajar Pendidikan Agama Islam
|
75.00
|
25.00
|
2
|
Model pembelajaran Objek Langsung menghamburkan waktu
|
18.18
|
81.82
|
3
|
Pembelajaran yang dilakukan membosankan
|
22.73
|
77.27
|
4
|
Saya sulit memahami materi Pendidikan Agama Islam
dengan menggunakan pembelajaran Objek
Langsung
|
22.73
|
77.27
|
5
|
Pembelajaran Objek
Langsung meningkatkan keaktifan saya dalam belajar
|
93.18
|
6.82
|
6
|
Jika disuruh guru mencari contoh-contoh materi
pelajaran, yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari saya melakukan dengan senang
hati
|
77.27
|
22.73
|
7
|
Pembelajaran Objek
Langsung tidak berbeda dengan pembelajaran sebelumnya
|
6.82
|
93.18
|
8
|
Dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat
membantu saya dalam mengatasi kesulitan menyelesaikan soal
|
77.27
|
22.73
|
9
|
Model pembelajaran ini memperkaya, memperdalam,
serta memperluas pengetahuan saya
|
72.73
|
27.27
|
10
|
Saya senang jika guru mengadakan pembelajaran dengan
model Objek Langsung yang ada
hubungannya dengan pokok bahasan yang diajarkan
|
84.09
|
15.91
|
Perhitungan
persentase tiap pertanyaan angket diatas, dapat dipersentasekan sebagai berikut
:
1)
Sebagian besar
siswa menyatakan bahwa model pembelajaran Objek
Langsung dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar Pendidikan Agama
Islam.
2)
Pada umumnya
siswa menyatakan bahwa model pembelajaran Objek
Langsung tidak menghamburkan waktu.
3)
Pada umumnya
siswa menyatakan bahwa model pembelajaran Objek
Langsung tidak membosankan.
4)
Sebagian besar
siswa mengatakan tidak sulit memahami materi Pendidikan Agama Islam dengan
menggunakan model pembelajaran Objek
Langsung.
5)
Pada umumnya
siswa mengatakan bahwa dengan pembelajaran yang dilakukan dapat meningkatkan
keaktifannya.
6)
Sebagian besar
siswa senang untuk mencari contoh-contoh materi pelajaran Pendidikan Agama
Islam yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
7)
Pada umumnya
siswa menyatakan bahwa model pembelajaran Objek
Langsung berbeda dari biasanya.
8)
Sebagian besar
siswa menyatakan bahwa dengan model belajar ini dapat membantu siswa dalam
mengatasi kesulitan soal.
9)
Sebagian besar
siswa menyatakan bahwa model pembelajaran ini memperkaya, memperdalam, dan
memperluas pengetahuan siswa
10)
Pada umumnya
siswa menyatakan bahwa siswa senang bila peneliti menggunakan pembelajaran
dengan model pencapain konsep yang ada hubungannya dengan pokok bahasan yang
diajarkan, pada saat memberikan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1) Model Objek Langsung meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran mulai dari tindakan I
sampai tindakan III. Keaktifan siswa terlihat
dari aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung, dengan melakukan
aktitas menuliskan pertanyaan, menjawab dari pertanyaan yang dibuatnya,
menanggapi jawaban siswa lain, dan menyimak kegiatan pembelajaran dari awal
sampai akhir
2) Model Objek Langsung dapat meningkatkan skor hasil belajar siswa, dari
tindakan I sampai pada tindakan III. Pada tidakan I skor rata-rata siswa VIII B
SMP Negeri 5 Cilawu yaitu 4.70 point. Pada tindakan II yaitu 6.47 point. Pada
tidakan III yaitu 7.52 point. Berdasarkan skor rata-rata dari tindakan I ke
tindakan II, mengalami peningkatan sebesar 1.77 point, sedangkan rata-rata
kelas dari tindakan II ke tindakan III
mengalami peningkatan sebesar 1.05 point. Begitu juga dengan daya serap
klasikal mengalami peningkatan, pada tindakan I sebesar 27.27%, pada tindakan
II meningkat menjadi 61.36% dan pada tindakan III menjadi 86.36%.
3) Aktifitas guru dalam menggunakan
model Objek Langsung, telah berusaha
meningkatkan minat, dan keaktifan setiap siswa supaya mengikuti pembelajaran
dengan baik, dan berusaha meningkatkan hasil belajar siswa, walaupun menurut
observer pada tindakan I dan II masih ada kekurangan. Namun pada akhirnya guru
sudah menunjukkan perbaikan dan berusaha supaya setiap siswa aktif mengikuti proses
pembelajaran, serta memberikan bimbingan dan arahan yang adil dan intensif pada
setiap siswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran.
5.2 Rekomendasi
1) Berdasarkan skor hasil
pengerjaan LKS dan keaktifan siswa yang mengalami peningkatan dari tindakan I,
ke tindakan II, dan akhirnya tindakan III. Maka hendaknya model pembelajaran
ini dapat diterapkan di kelas lainnya, tidak hanya di IX. Sehingga peningkatan
pembelajaran dapat terjadi secara menyeluruh
2) Bagi guru lain
yang mengajar Pendidikan Agama Islam , model Objek Langsung bisa dijadikan
salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan proses
dan hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa.
3) Untuk
pembelajaran dengan menggunakan siklus belajar, bagi peneliti selanjutnya
diusahakan ada dokumentasi rekaman video saat pembelajaran berlangsung sehingga
dengan dokumentasi tersebut, kita bisa lebih mengetahui lebih jelas sejauh mana
penerapan kegiatan model belajar Objek
Langsung dalam model siklus belajar, kelemahan-kelemahan serta
tindakan-tindakan apa yang harus diperbaiki.
F. DAFTAR PUSTAKA
1.
Aqib, Zaenal.
2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Krama Widya.
2.
Depdiknas. 2003. UU RI No. 20 tentang Sisdiknas.
Jakarta : Depdiknas
3.
Depdiknas. 2006. UU RI No. 14 tentang Guru dan Dosen.
Jakarta : Depdiknas
4.
Depdiknas. 2007. Petunjuk Teknis Penelitian Tindakan
Sekolah. Jakarta : Depdiknas
5.
Depdiknas. 2007. Pedoman Penelitian Tindakan Sekolah.
Jakarta : Depdiknas
6.
Haryono, Rudi,
Mahmud Mahyong. 2000. Kamus umum Indonesia -Inggris. Jakarta : Cipta
Media.
7.
Suardi Hamid,
Edy, DKK. 2003. Membangun Profesionalisme Muhammadiyah. Jogjakara: LPTP
8.
Sudjana, Nana.
2008. Supervisi Akademik. Jakarta : Binamitra
Publishing.
9.
-------. 2008. Penelitian
Tindakan Kepengawasan, Jakarta : Binamitra Publishing.
10. Sukmadinata, Nana Saodih.
2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosda Karya
11.
Wiriaatmadja, Rochyati . 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Rosda Karya